LMND Menolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Nasional

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menolak rencana pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pertalite dan solar. LMND menilai kenaikan BBM hanya menambah penderitaan dan kesengsaraan hidup rakyat Indonesia yang sementara berjuang memulihkan ekonominya akibat Pandemi Covid-19.

Ketua Umum LMND Muhammad Asrul menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi secara otomatis akan diikuti kenaikan harga komoditas pangan lainnya. Padahal, selama ini harga kebutuhan pokok di masyarakat telah lebih dulu mengalami kenaikan.

“Rakyat sudah sangat menderita akibat Pandemi Covid-19. Banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan, pengangguran meningkat, angka kemiskinan meningkat, kemampuan ekonomi dan daya beli menurun. Jadi, kenaikan BBM ini akan memperburuk keadaan dan kehidupan mereka,” kata Asrul di Central Gerakan LMND, Jakarta timur, Minggu (26/08/2022).

Lebih lanjut, Asrul mengatakan bahwa kenaikan BBM bersubsidi akan memukul para pelaku usaha kecil dan menengah yang bergantung pada BBM bersubsidi. Menurutnya, keputusan menaikan BBM saat geliat ekonomi mulai tumbuh akan menghambat dan mengancam ekonomi rakyat.

“Ada sekitar 64 juta UMKM yang bergantung pada BBM bersubsidi. Ongkos produksi pasti akan naik. Begitu pula, para petani dan nelayan. Ini akan sangat membebani mereka dan kemungkinan banyak yang akan kehilangan pekerjaan lagi,” ungkap Asrul.

Menurut Asrul, pembengkakan kuota subsidi akibat kelalaian pemerintah dalam mengawasi pendistribusian BBM bersubsidi. Ia menyebut BBM bersubsidi itu diperuntukkan untuk rakyat miskin dan kurang mampu, tapi realitanya banyak dikonsumsi oleh kalangan atas.

“Penggunaan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Data menunjukkan, pertalite, 86 persen dikonsumsi oleh rumah tangga dan 14 persen dunia usaha. Dari 86 persen porsi rumah tangga, 80 persen dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen yang dinikmati rumah tangga miskin,” kata Asrul.

Oleh karena itu, dia menyampaikan skema penyaluran BBM bersubsidi harus diatur dan diawasi agar peruntukannya tepat sasaran.

“Perlu ada revisi soal Perpres Nomor 191 tahun 2014 untuk mempertegas pihak-pihak yang berhak menerima subsidi. Juga, harus ada pengawasan ketat dari pemerintah dan kepolisian agar BBM bersubsidi tidak dipergunakan oleh perusahaan,” kata Asrul.

Daripada menaikan harga BBM bersubsidi, ia menyarankan agar pemerintah mengalihkan anggaran pembangunan yang tidak berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyat dan mengenakan pajak progresif bagi mereka yang memiliki kekayaan besar untuk menambal subsidi rakyat.

“Selain itu, mempercepat kenaikan royalti batu bara dan pertambangan lain untuk menutup kebutuhan anggaran subsidi serta memaksimalkan pembangunan energi terbarukan untuk mengatasi krisis energi di masa depan,” ucapnya.

Sebelumnya, pemerintah menyampaikan bahwa alasan kenaikan harga BBM bersubsidi akibat pembengkakan anggaran dan lonjakan harga minyak dunia. Dalam APBN harga minyak mentah dunia, semula diasumsikan US$100 per barel ternyata realisasinya US$105 per barel.

Sedangkan, konsumsi pertalite naik dari kuota 23,05 juta kilo liter menjadi 29,07 juta kilo liter, sementara solar dari target 15,1 juta kiloliter menjadi 17,44 juta kiloliter. Diperkirakan kuota pertalite akan habis pada bulan September sedangkan solar akan habis pada bulan Oktober.

Tinggalkan Balasan