Info Massa – Poros Intelektual Muda (PIM) meminta klarifikasi resmi dari Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Wilayah Kota Tangerang terkait dugaan ketidakwajaran anggaran sewa kantor yang mencapai hampir Rp300 juta per tahun. Dugaan itu mencuat setelah PIM menemukan perbedaan mencolok antara anggaran pemerintah dan harga sewa pasaran pada lokasi yang sama.
Permintaan klarifikasi itu disampaikan melalui surat bernomor 093/PIM-KSBI/XI/25 yang dilayangkan ke KCD pada 19 November 2025.
Berdasarkan informasi yang dihimpun PIM, Pemerintah Provinsi Banten menganggarkan Rp300 juta untuk sewa gedung kantor KCD Pendidikan Wilayah Kota Tangerang, sementara Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) disebut mengajukan penawaran senilai Rp290 juta kepada penyedia.
Namun, hasil investigasi lapangan PIM menunjukkan bahwa harga sewa ruko di lokasi yang sama Ruko Ayodhya Square Blok G, Alam Sutera hanya berada pada kisaran Rp100 juta hingga Rp120 juta per tahun.
Perbedaan hingga tiga kali lipat itu memunculkan dugaan adanya pembengkakan anggaran (mark-up) dalam proses pengadaan.
Sekretaris PIM, Ervin Suryono, menilai penetapan nilai sewa tersebut tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Data lapangan yang kami dapat menunjukkan harga sewa gedung di blok yang sama tidak mendekati angka Rp290 juta. Perbedaan ini terlalu besar untuk diabaikan. Karena itu kami meminta KCD Pendidikan memberikan penjelasan resmi agar publik mengetahui dasar penetapan harga tersebut,” ujar Ervin, Minggu (23/11).
Ia menegaskan bahwa temuan tersebut mengarah pada dugaan mark-up anggaran sewa kantor.
Lebih lanjut, Ervin menyatakan pentingnya prinsip akuntabilitas dalam proses belanja pemerintah.
“KCD seharusnya melakukan survei harga yang memadai. Jika harga pasaran hanya sekitar Rp100 jutaan, lalu apa justifikasi sewa hingga hampir Rp300 juta? Ini harus dijelaskan secara terbuka,” tegasnya.
Dalam surat resmi itu, PIM meminta KCD memberikan jawaban tertulis terkait dua aspek fundamental:
1. Dasar pertimbangan PPK menetapkan anggaran dan penawaran sewa hingga Rp290 juta.
2. Apakah survei harga telah dilakukan sebelum menentukan penyedia dan nilai sewa.
PIM menyatakan bahwa kejelasan atas dua poin tersebut penting untuk memastikan proses penganggaran sesuai prinsip good governance, tidak membebani keuangan daerah, dan tidak disusupi kepentingan tertentu.
Ervin menegaskan PIM akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Jika KCD tidak memberikan klarifikasi yang memadai, PIM membuka kemungkinan untuk meneruskan temuan tersebut ke aparat pengawasan, baik internal maupun eksternal.
“Kami menjalankan fungsi kontrol publik. Jika ada indikasi penyimpangan dalam penggunaan anggaran, maka menjadi kewajiban kami untuk mengawalnya hingga tuntas,” jelasnya.
PIM menegaskan langkah mereka merupakan upaya menjaga penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab.[]