Nasional
Beranda / Nasional / Aceh Bukan Sekedar Peta, Muzakir Manaf Bukan Gubernur Biasa, Jangan Gali Luka Lama!

Aceh Bukan Sekedar Peta, Muzakir Manaf Bukan Gubernur Biasa, Jangan Gali Luka Lama!

Aceh bukan Provinsi biasa dan Muzakir Manaf bukan Gubernur biasa! (Foto: Info Massa)

Info Massa – Belakangan ini publik dibuat gaduh oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 dimana 4 pulau dipindahkan secara administrasi dipindahkan ke Provinsi Sumatera Utara.

Langkah sepihak yang di ambil Mendagri Tito Karnavian, dengan mencoba merubah batas Aceh secara administrasi tentu berpotensi mencederai sejarah dan luka lama.

“Empat pulau bisa dipindahkan diatas peta, tapi Aceh tidak bisa dipindahkan dari sejarah,” tulis pada unggahan @Aceh pada akun Twitternya, Minggu (15/6/2025).

Aceh bukan sekedar wilayah Administratif, ia adalah wilayah yang lahir dari sejarah panjang atas konflik, darah dan berakhir pada perundingan perjanjian damai Helsinki tahun 2005.

“Namun, yang mereka lupakan: Aceh bukan sekedar kertas administrasi. Aceh adalah sejarah darah,” tegas @Aceh.

Komnas Perempuan Miris Fadli Zon Acuhkan Perasaan Keluarga Korban Kekerasan Seksual Mei 98′

Batas wilayah Aceh tidak bisa ditentukan Pemerintah Pusat melalui Mendagri sesuka hati, terlebih pondasi perdamaian telah dijaga selama dua dekade.

“Mereka gagal membaca bahwa Aceh punya memori panjang tentang bagaimana Jakarta dulu memperlakukan mereka,” lanjut @Aceh.

Sementara dibalik sosok sentral yang juga ikut mengawal lahirnya kesepakatan damai Helsinki ialah Muzakir Manaf, Gubernur Aceh saat ini.

Muzakir Manaf bukan Gubernur biasa, dia merupakan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dia adalah figur sentral dalam politik Aceh. Manaf adalah simbol perlawanan yang berdamai tanpa tunduk, dan berdiri bukan karena restu Pemerintah Pusat, melainkan karena mandat sejarah Aceh sendiri.

“Baginya, empat pulau itu bukan sebidang daratan, tapi bagian dari harga diri Aceh,” tegas @Aceh.

Dasco Klaim Prabowo Bakal Selesaikan Konflik 4 Pulau Aceh

Adapun MoU Helsinki, lanjut @Aceh bukan sekedar damai, tapi negara mengakui otonomi khusus Aceh secara penuh.

“Aceh berhak mengatur pemerintahan sendiri, termasuk wilayah, tanah, dan hasil alam, berdasarkan batas administrasi per 1 Juli 1956,” terangnya dalam mengutip inti MoU Helsinki.

“Artinya perbatasan Aceh tidak bisa dikutak-katik oleh Kepmendagri tanpa melanggar ruh kesepakatan Helsinki,” jelas @Aceh. []

Komentar

Tinggalkan Balasan

× Advertisement
× Advertisement