Info Massa – Di tengah padatnya denyut Kota Tangerang hari ini, ada sebuah struktur bersejarah yang tak lagi terlihat namun jejaknya terus membayang dalam lanskap kota: Benteng Tangerang–Makassar.
Bangunan yang pernah menjadi pusat pertahanan VOC di Cisadane itu telah hilang tanpa sisa fisik. Tetapi melalui penelusuran arsip kuno, peta VOC, kajian akademik, dan dokumen pemerintah, gambaran utuh tentang benteng itu semakin terang.
Kini, pemerintah daerah bersama komunitas sejarah mendorong arsip-arsip tersebut masuk dalam Registrasi Memori Kolektif Bangsa (MKB), agar kisah benteng tidak kembali hilang dari ingatan publik.
Laporan mendalam ini menelusuri sejarah benteng, fungsinya dalam jaringan militer VOC, perannya dalam pembentukan identitas kota, hingga upaya pelestarian arsip yang tengah berlangsung.

I. Jejak yang Tersembunyi di Bawah Kota
Sumber utama mengenai keberadaan benteng ini berasal dari Arsip Benteng Makassar, kumpulan arsip kolonial dan peta VOC abad ke-17 hingga ke-18. Dokumen tersebut mengungkap bahwa Tangerang bukan sekadar daerah pinggiran Batavia, tetapi titik strategis dalam konflik panjang antara VOC dan Kesultanan Banten.
Benteng Tangerang berdiri pada masa krusial ketika VOC memperkuat pertahanan sepanjang Cisadane setelah Perang Banten (1682–1684). Arsip mencatat bahwa pos VOC awal berupa pagger dan palisade kayu, kemudian berkembang menjadi fortifikasi batu berdenah segi lima. Evolusi ini tercatat dalam rancangan Hendrick Zwaardecroon tahun 1708 dan ikonografi Heydt serta Rach pada 1739–1772 .
Dokumen tersebut juga menampilkan jaringan pos VOC lain di sepanjang sungai, seperti Benteng Muara, Wester Gouw, dan Ciampea. Keseluruhannya membentuk sistem militer yang memagari wilayah barat Batavia.

II. Jantung Komando VOC di Perbatasan Batavia
Riset yang dipresentasikan Prof. Mufti Ali dalam FGD Arsip Statis, Jum’at (14/11/2025) memperlihatkan secara rinci bagaimana benteng ini berfungsi sebagai pusat komando VOC di Tangerang. Dari benteng inilah VOC mengatur:
480 pasukan dalam sembilan kompi, patroli militer di barat dan timur Cisadane, mobilisasi pasukan dan logistik melalui jalur sungai dan darat, serta pengelolaan infrastruktur pendukung, termasuk jaringan jalan yang menghubungkan Batavia–Tangerang.
Komandan benteng, Willem Hartsinck (tentara bayaran Inggris) memimpin pasukan multi-etnis: Eropa, Jawa, Bugis, Makassar, Bali, hingga komunitas Mardijkers. Arsip VOC mencatat aliran logistik skala besar: beras, mesiu, daging, arak api, mentega, bir, hingga anggur yang dikirim rutin dari Batavia dengan gerobak kerbau .
Tetapi yang paling menonjol adalah fungsi benteng sebagai ruang perlindungan sipil. Pada 14 April 1682, sebanyak 148 penduduk Jawa dan Bali datang meminta suaka politik ke benteng saat konflik memuncak antara pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dan VOC.
Catatan ini menjadi titik balik pemahaman bahwa benteng tidak berdiri hanya untuk perang, tetapi juga bagi warga yang terjebak dalam pertarungan kekuasaan.
III. Benteng sebagai Pembentuk Identitas Sosial Kota
Buku Bunga Rampai Lokalitas Kebudayaan Daerah Kota Tangerang menjelaskan bagaimana benteng VOC telah membentuk pola permukiman, identitas sosial, dan perkembangan kota Tangerang secara keseluruhan.
Dalam kajian itu, benteng dinyatakan sebagai bagian dari shared heritage atau warisan bersama antara penguasa kolonial dan masyarakat lokal.
Benteng ikut mendorong lahirnya kawasan multikultur di sekitar sungai: dari kampung Makassar hingga komunitas Cina Benteng, yang tumbuh dalam kedekatan dengan pusat aktivitas kolonial. Tidak ada benteng fisik yang tersisa, tetapi jejak keberadaannya terlihat dalam toponimi, struktur kota lama, dan memori sosial warga.
Konsep fortscape lanskap benteng yang membentuk arah pertumbuhan kota masih tampak dalam pola pasar lama, jalur transportasi air, hingga orbit permukiman di sekitar Pasar Anyar dan sekitarnya.
IV. Menjadi Memori Kolektif: Upaya Menjaga Arsip Benteng
Dalam dokumen Program Registrasi Arsip sebagai Memori Kolektif Bangsa (MKB), Benteng Tangerang disebut sebagai salah satu contoh arsip yang perlu dilindungi negara karena memiliki tiga aspek utama: signifikansi sejarah, nilai sosial komunitas, dan keunikan dokumenter .
Menurut MKB, arsip benteng memenuhi kriteria:
pergerakan politik di perbatasan Banten–Batavia, peristiwa yang mengubah struktur sosial Tangerang, relasi antarnegara dan militer, serta transformasi budaya yang membentuk masyarakat modern.
Melalui registrasi MKB, arsip benteng akan:
dicatat dalam basis data nasional JIKN, mendapat perlindungan hukum dari risiko kehilangan, dan didorong untuk dibuka bagi publik sebagai bahan penelitian sejarah.
Bagi Tangerang, ini berarti pengakuan resmi atas salah satu artefak sejarah paling krusial dalam pembentukan jati diri kotanya.
V. Dari Benteng ke Kota Peri-Urban: Membaca Tangerang Modern
Buku Tiga Dekade Sejarah dan Pembangunan Kota Tangerang menempatkan benteng sebagai bagian dari narasi panjang yang menghubungkan Tangerang masa lampau dengan kota modern yang lahir pada 1993 . Tangerang tumbuh dari wilayah perbatasan VOC menjadi kota industri, kota bandara, dan kota jasa dengan identitas sosial yang multietnis.
Hubungan pusat pinggiran antara Batavia dan Tangerang yang terbangun sejak masa VOC kini bertransformasi menjadi dinamika metropolitan Jabodetabek. Namun akar sejarah Tangerang sebagai kota benteng tetap menjadi benang merah yang menjelaskan karakter sosial, budaya, dan ruangnya hari ini.
VI. Kesimpulan: Benteng yang Hilang, Ingatan yang Tetap Ada
Setelah menelusuri arsip VOC, kajian akademik, dan rekaman memori kolektif, Benteng Tangerang–Makassar muncul sebagai:
pusat komando militer VOC, ruang perlindungan sipil, motor pertumbuhan permukiman dan pasar, sumber identitas sosial komunitas lokal, dan kini sebagai core memory kota Tangerang.
Hilangnya struktur fisik benteng justru memperlihatkan pentingnya arsip sebagai pengganti ruang. Melalui upaya registrasi MKB, Tangerang berkesempatan menjaga memori benteng ini sebagai warisan nasional. Di tengah modernisasi kota, benteng tetap hadir bukan sebagai bangunan, melainkan sebagai fondasi identitas dan bagian dari perjalanan sejarah panjang masyarakat Tangerang.[]