Info Massa – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama aktivis dan warga terdampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatiwaringin pada Rabu, 24 Desember 2025, di Aula Gabungan DPRD Kabupaten Tangerang.
RDP ini digelar sebagai tindak lanjut atas keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan, kesehatan, serta rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di kawasan tersebut.
Rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah perangkat daerah dan instansi terkait, antara lain Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, RSUD Kabupaten Tangerang, serta Perumda Tirta Kerta Raharja.
Kehadiran lintas instansi ini dimaksudkan agar persoalan yang disampaikan warga dapat dibahas secara menyeluruh dari berbagai aspek.
Dalam forum tersebut, aktivis dan warga terdampak menyampaikan sejumlah tuntutan utama. Mereka mendesak adanya transparansi serta pengkajian ulang terhadap rencana PSEL di TPA Jatiwaringin, menolak masuknya sampah dari wilayah aglomerasi Tangerang Raya karena dinilai akan menambah beban lingkungan, serta meminta adanya penanganan kesehatan khusus dan berkelanjutan bagi warga sekitar.
Selain itu, warga juga mengusulkan penggratisan biaya pemasangan dan tarif air bersih dari Perumda Tirta Kerta Raharja sebagai bentuk kompensasi atas dampak yang mereka alami.
Koordinator Aktivis dan Warga Terdampak TPA Jatiwaringin, Aditya Nugeraha, menyampaikan apresiasinya terhadap DPRD Kabupaten Tangerang, khususnya Komisi IV, yang dinilai responsif membuka ruang dialog antara warga dan pemerintah daerah.
“Kami mengapresiasi langkah cepat Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang yang telah membuka ruang dialog melalui Rapat Dengar Pendapat ini. Harapan kami, seluruh aspirasi warga terdampak TPA Jatiwaringin dapat dikaji secara serius dan disepakati bersama oleh DPRD serta Bupati Kabupaten Tangerang demi kepentingan lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ujar Aditya, Rabu (24/12).
Melalui RDP ini, warga berharap pemerintah daerah tidak hanya merespons secara administratif, tetapi juga melahirkan kebijakan konkret yang berpihak pada keselamatan lingkungan, kesehatan masyarakat, serta keadilan bagi warga yang selama ini menanggung dampak langsung dari aktivitas TPA Jatiwaringin.[]