Guru di Konawe Selatan Dibui Karena Tegur Siswa Nakal Anak Polisi

Daerah

Info Massa – Seorang Guru Perempuan di SDN Baito, Konawe Selatan, Supriyani, terpaksa harus menerima nasib nahas di dalam bui karena dikriminalisasi oleh oknum polisi yang tidak terima anak nakalnya mendapat teguran di sekolah.

Berdasarkan kronologi dari pihak sekolah, kasus itu bermula ketika sang siswa mengadu pada orang tuanya mengenai luka goresan di bagian pahanya akibat dipukul oleh Supriyani. Sementara, guru tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Bahkan sekolah dan guru yang sedang pemberkasan PPPK itu melakukan itikad baik dengan mendatangi rumah anak tersebut.

“Padahal gurunya hanya menegur tidak memukul. Tapi orang tuanya tidak terima. Dari pada masalah panjang, guru dan kepala sekolah mendatangi rumah siswa untuk meminta maaf. Permintaan maaf diterima tapi ternyata itu jebakan karena orangtua siswa seorang polisi dan permintaan maaf dari guru dianggap mengakui kesalahan,” ungkap pihak sekolah, Selasa (22/10).

“Ternyata diam-diam masalah ini diproses. Sampai akhirnya guru dapat panggilan di Polda dan sampai di sana katanya mau dimintai keterangan ternyata langsung ditahan dan suaminya disuruh pulang. Padahal ini guru masih honorer dan punya anak kecil. Sudah beberapa malam ditahan di Polda,” sambung pihak sekolah.

Tidak sampai di situ, setelah guru dan sekolah meminta maaf ke rumah siswa, wali murid meminta uang sebanyak Rp. 50 juta dan meminta pihak sekolah untuk memecat Supriyani dari sekolah.

“Tapi karena guru tersebut tidak merasa melakukan jadi tidak mau membayar dan pihak sekolah tidak mau mengeluarkannya,” kata pihak sekolah.

Pihak sekolah menegaskan bahwa siswa tersebut memang nakal. Sementara siswa mengatakan telah dijewer oleh Surpriyani. Namun menurut pihak sekolah, hal itu masih dalam batas kewajaran dan guru telah meminta maaf kepada wali murid.

“Dikira yang bersangkutan persoalan sudah selesai, akan tetapi tiba-tiba ada panggilan dari kejaksaan dan guru yang bersangkutan langsung ditahan karena berkas perkara tiba-tiba sudah lengkap,” ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, seorang guru honorer bernama Supriani dilaporkan ke Polsek Baito pada 26 April 2024. Guru di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, itu dituduh menghukum muridnya.

Upaya mediasi tidak mencapai kesepakatan sehingga penanganan laporan tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan. Polisi menetapkan Supriani menjadi tersangka pada 3 Juni 2024. Setelah penyidikan rampung, penyidik menyerahkan berkas perkara dan tersangka kepada kejaksaan pada 16 Oktober 2024.  Kejaksaan menahan Supriani dengan alasan untuk mempercepat proses pelimpahan ke pengadilan.

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus kriminalisasi yang menimpa Supriyani menurutnya tidak terdapat unsur kekerasan terhadap murid yang merupakan anak dari polisi.

Menurut Reza, polisi melihat peristiwa ini hanya dengan kacamata kriminalitas. Padahal, menurut keterangan para saksi tidak ada kekerasan fisik dalam peneguran kepada seorang siswa tersebut.   “Penanganan yang terkesan eksesif ini mengingatkan saya pada istilah hyper-criminalization,” kata Reza dalam keterangannya.

Reza menyinggung delapan komitmen Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, khususnya, komitmen nomor tujuh yang berbunyi “mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif, dan penyelesaian masalah”.

Dari komitmen itu terlihat kapolri sudah mewanti-wanti jajaran kepolisian untuk mengedepankan keadilan restoratif atau restorative justice sebagai solusi sebuah masalah. Bagi Reza, tak seharusnya kepolisian membawa persoalan-persoalan minor ke ranah litigasi yang berujung pada penahanan maupun pemenjaraan.

“Komitmen Kapolri itu seharusnya dipahami sebagai tekad Listyo Sigit agar Polri menomorsekiankan pendekatan punitive apalagi retributive, bahwa Bu Guru harus dibikin sakit, menderita, dan diasingkan agar kapok,” tutur Reza. [] 

Tinggalkan Balasan