Daerah Opini
Beranda / Opini / Laporan BPK Berulang, Dinas Perkim Kota Tangerang Dituding Gagal Awasi Proyek dan Lemah Integritas Birokrasi

Laporan BPK Berulang, Dinas Perkim Kota Tangerang Dituding Gagal Awasi Proyek dan Lemah Integritas Birokrasi

Poros Intelektual Muda (PIM) soroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten tentang temuan berulang di Dinas Perkim Kota Tangerang. (Foto: Skretaris PIM, Ervin Suryono, Info Massa/Pribadi).

TANGERANG —Temuan berulang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Tangerang kembali memunculkan pertanyaan publik: ada apa dengan pengawasan birokrasi daerah ini?

Setiap tahun, Poros Intelektual Muda (PIM) mencatat masalah serupa dimana proyek fisik tidak sesuai spesifikasi kontrak, volume pekerjaan tidak akurat, serta perhitungan biaya yang melenceng dari nilai kontrak.

Kondisi ini dinilai bukan lagi kesalahan teknis, melainkan tanda adanya kegagalan sistemik dalam tata kelola dan lemahnya integritas birokrasi.

“Temuan BPK yang terus berulang adalah bukti bahwa pengawasan internal tidak berjalan. Ini bukan lagi soal salah hitung, tapi soal kultur pembiaran,” ujar Ervin Suryono, Sekretaris Poros Intelektual Muda, kepada Info Massa, Sabtu (11/10).

Ervin menilai Pemkot Tangerang selama ini hanya memperlakukan rekomendasi BPK sebatas ritual administrasi, bukan peringatan sistemik.

SBN KASBI PT. VCI Kecam Rencana PHK 3.000 Buruh: “Buruh Bukan Tumbal Krisis Manajemen”

“Yang dilakukan hanya pengembalian kerugian negara, bukan pembenahan manajemen. Padahal rekomendasi BPK itu bukan kas kecil, tapi perintah korektif,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 menegaskan pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam 60 hari. Namun dalam praktiknya, tindak lanjut itu sering berhenti di laporan kertas tanpa perubahan di lapangan.

“Ini pola lama yang berulang. Begitu ada temuan, dikembalikan sedikit uang, lalu tutup buku. Tidak ada rotasi jabatan, tidak ada audit kinerja, tidak ada reformasi pengawasan,” tegas Ervin.

Sistem pengawasan internal melalui Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kota Tangerang juga dinilai tidak berfungsi maksimal.

“APIP mestinya jadi benteng integritas, tapi kalau hasil pengawasannya tak pernah berujung pada sanksi, itu artinya pengawasan mandul,” ujarnya.

Mualem Pecahkan Rekor Sejarah: Satu-satunya Gubernur yang Usulkan Tambang Rakyat Sejak Indonesia Merdeka

Lanjut, menurut Ervin, jika temuan BPK terus terjadi pada dinas dan pejabat yang sama, maka publik berhak menduga adanya perlindungan internal terhadap pelanggaran anggaran.

Lebih jauh Ervin menilai, dampak penyimpangan proyek publik jauh lebih besar daripada angka kerugian negara yang tercatat di laporan BPK.

“Bangunan yang cepat rusak, drainase yang gagal fungsi, atau fasilitas publik yang tak layak pakai adalah bentuk kerugian sosial yang tak tercatat di neraca APBD,” kata Ervin.

Dirinya menegaskan bahwa laporan BPK semestinya menjadi alarm hukum, bukan dokumen rutin tahunan.

“Pasal 3 UU Tipikor menyebut jelas: penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara adalah tindak pidana. Jadi laporan BPK itu bukan bahan rapat, tapi bukti awal hukum,” ujar Ervin.

Pemkot Tangerang Dinilai Lemah Hitung Dana Hibah; BPK Sorot Bukti Fiktif, LPJ Terlambat, dan Pengawasan Longgar

“Selama laporan BPK hanya dianggap beban administratif, pembangunan akan terus bocor. Yang menanggung akibatnya selalu rakyat,” tegasnya.

Selain persoalan teknis, beredar pula dugaan adanya praktik titip-menitip proyek di lingkup Dinas Perkim. Menurut Ervin, isu itu harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.

“Kalau dugaan ini tidak diusut, maka laporan BPK hanya jadi arsip pajangan. Pemerintah harus berani membuka hasil audit dan menindak siapa pun yang bermain di proyek publik,” katanya.

Ia menegaskan, Kota Tangerang tidak butuh alasan lagi, yang dibutuhkan sekarang adalah tindakan nyata dan keberanian politik.

“Ketika kesalahan berulang dibiarkan, maka yang rusak bukan hanya keuangan daerah, tapi moral birokrasi itu sendiri,” tutup Ervin.

Diketahui, PIM mengusulkan empat langkah strategis untuk memutus rantai penyimpangan proyek publik:

1. Audit kinerja menyeluruh terhadap seluruh proyek fisik Dinas Perkim lima tahun terakhir.

2. Rotasi jabatan dan evaluasi kinerja pejabat pelaksana yang berulang kali terlibat dalam proyek bermasalah.

3. Publikasi terbuka hasil tindak lanjut rekomendasi BPK agar masyarakat dapat ikut mengawasi.

4. Kolaborasi lintas lembaga dengan DPRD, Kejaksaan, dan masyarakat sipil dalam reformasi tata kelola perumahan dan permukiman.

Komentar

Tinggalkan Balasan

× Advertisement
× Advertisement