Oleh: Alsar Andri S.Sos.,M.Si (Dosen Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS)
Info Massa – Saya kemukakan Exit, Voice and Choice Theory sebagai landasan kita melihat peluang (probabilitas) siapa yang akan memimpin Kuansing ke hadapan nantinya. Teori ini saya sadur dari teorinya Pelayanan Publik (public service), namun untuk melihat politik sederhana lewat teori ini, masih okelah, hehe.
Sederhananya begini : Apabila nanti suguhan bakal calon-calon yang disodorkan parpol tidak memenuhi selera, kita bisa keluar (exit), kemudian kita bersuara (voice) dan menginginkan pilihan lain (choice) atau alternative choice. Analoginya, Kuansing ini ibarat restoran mewah, megah dan selera masyarakatnya ranggi sekali, namun restoran yang bernama Kuansing ini hanya menyuguhkan menu yang itu-itu saja, tidak sesuai dengan ekspektasi selera masyarakatnya. Jadi, kalo masakan atau menunya gak enak, kita bisa bilang : “Bang, masakan atau menunya gak enak”, kita bisa suara (protes) itulah voice, terus kita pilih menu di restoran lain (alternatif choice), inilah yang kita sebut exit.
Coba kita lihat, sajian pemimpin Kuansing dari masa ke masa pilkada :
Periode 2006-2011
Pada 27 April 2006 untuk pertama kalinya pilkada diselenggarakan secara langsung di Kuansing. KPUD Kuansing menetapkan empat pasang calon diantaranya : H. Sukarmis-Drs. H. Mursini, Drs. H. Asrul Ja’afar-Mukhlis MR, Drs. H. R. Erisman-Endrianto Ustha, ST dan Drs. H. Suhardiamn Amby, Ak, MM-R. Bastian Rusli.
Periode 2011-2016
Pada 7 April 2011 kembali menyelenggarakan pilkada, hanya dua pasangan calon yang ditetapkan KPUD Kuansing H. Sukarmis-Drs. H. Zulkifli, M.Si dan Drs. H. Mursini-Gumpita, SP, M.Si.
Periode 2016-2021
Pada 9 Desember 2015 terhitung untuk ketiga kalinya Kuansing menyelenggarakan pilkada Bupati dan Wakil Bupati untuk periode 2016-2011. Pasangan yang mencalon pada waktu adalah : Indra Putra, ST-Komperensi, SP, M.Si, Drs. H. Mursini-H. Halim dan Ir. H. Mardjan Ustha, MM-Muslim, S.Sos., M.Si.
Periode 2021-2024
Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kuansing untuk masa jabatan periode 2021-2024, dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Pasangan yang mencalonkan adalah : Andi Putra, SH., MH-Drs. H. Suhardiman Amby, Ak, MM, Drs. H. Mursini-Indra Putra, ST dan H. Halim-Komperensi, SP., M.Si.
Siapa Selanjutnya Bupati dan Wakil Bupati Kuansing Periode 2025-2029 ?
Catatannya, sudah 4 kali kita (Kuansing) mengikuti pilkada, tapi sering terjadi reduplikasi (pengulangan) dari calon-calon yang ada, yang agak menarik hadirnya Ir. H. Mardjan Ustha, MM-Muslim, S.Sos., M.Si, pada Pilkada 9 Desember 2015, untuk selebihnya itu-itu saja, pemain lama yang diulang-ulang, ada yang “baru” tapi “NGENCES” nya masih sama, hehe, itu khusus untuk Pilkada 9 Desember 2020, reduplikasi (pengulangan) sampai 3 kali. Bagaimana kita mau pake teori, exit, voice and choice, kalau restoran yang mewah lagi megah bernama Kuansing ini hanya menyuguhkan calon-calon atau menu-menu itu saja ke masyarakatnya.
Coba kita lihat peluang (probabilitas) yang akan berkompetisi pada Pilkada 2024 di Kuansing. Syarat pencalonan Pilkada berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pasal 40 Ayat 1 : “Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan”.
Pencalonan Bupati dan Wakil Bupati, syaratnya kan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR D Kuansing atau 25 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPR D di daerah yang bersangkutan. Artinya 20 % sama dengan 7 kursi dari 35 jumlah kursi DPR D Kuansing, maka peluangnya (probabilitas) secara sederhana 5 pasang calon Bupati dan Wakil Bupati yang dapat disajikan jika diambil syarat minimal 20 % atau 25 % suara sah dalam pemilu anggota DPR D Kuansing.
Lihat juga komposisi perolehan kursi partai-partai di Kuansing : Gerindra 9 kursi, PDI P 5 kursi, Golkar 5 kursi, Demokrat 5 kursi, PKB 3 kursi, Nasdem 3 kursi, PAN 3 kursi, PKS 3 kursi, ada 8 Partai peraih kursi di DPR D Kuansing yang dapat mencalonkan kader-kader terbaiknya, tapi tentunya yang dapat mencalonkan sendiri, tanpa koalisi iya hanya Gerindra 9 kursi (minimal lebih 20 %), kalau partai yang lain harus koalisi (gabungan) partai politik. Jika, Gerindra menarik salah satu partai yang perolehan 5 kursi untuk koalisi, ya dapat dipastikan paling banyak dan paling berani jika calon ada duit banyak berani beli partai hanya 3 sampai 4 pasang calon. Apabila kita lihat dari pemenang partai pada pemilu anggota DPR D di Kuansing khusunya 3 besar, Gerindra, PDI P dan Golkar pimpinannya itu juga orangnya, reduplikasi (pengulangan) jika mereka mencalon sampai 3 kali, ada yang baru, yang saya bilang tadi “NGENCES” nya masih sama.
Kesimpulannya, ya mekanisme penyuguhan menu calon bupati dan calon wakil bupati oleh restoran mewah lagi megah yang bernama Kuansing ini, tetap saja mutlak terletak pada partai dan elitnya, tapi setidaknya mereka harus memperhatikan serta mempertimbangkan pula selera kekinian masyarakatnya, apabila hendak restoran ini laris manis, kalau tidak ya gk laku, hehe. Jika partai-partai yang melejit di pemilu Kuansing mendapatkan 5 kursi, 3 kursi dan 2 kursi, berani melakukan koalisi besar bersama di luar 3 partai besar pemenang pemilu anggota DPR D di Kuansing dan mereka berani menyodorkan kader terbaiknya dan belum pernah ter-reduplikasi (pengulangan) pada pilkada sebelumnya, ini akan menjadi daya tarik tersendiri, maka kita bisa berkata teori exit, voice and choice berjalan sesuai dengan harapan masyarakat Kuansing, tapi konstelasi politiknya paling keras hanya 2 pasang, satu menu lama yang sudah biasa di lidah, dua menu baru sebagai alternatif kebosanan lidah.
Harus ada juga gebrakan partai politik membongkar yang yang tidak populis, yang kemudian kita terjebak dalam hal yang abstrak dalam konteks politik, setidaknya upaya ini menjadi bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat Kuansing.