Info Massa – Di tengah derasnya kritik terhadap industri rokok, Awalia Rismala memilih jalan berbeda. Lewat Putri Tembakau Indonesia, ia berjuang melestarikan kretek sebagai warisan budaya dan mengangkat martabat perempuan pelinting tradisional yang selama ini bekerja dalam senyap.
Aroma tembakau dan cengkeh adalah bagian dari masa kecil Awalia Rismala. Sejak remaja, ia sudah terbiasa melinting kretek dengan tangan, sebuah keterampilan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, Risma tak berhenti pada kebiasaan. Ia menjadikannya panggilan hidup.
Melalui Putri Tembakau Indonesia, Risma berusaha memulihkan makna sejati kretek: bukan sekadar komoditas yang dibakar, melainkan simbol kreativitas, kemandirian, dan peran perempuan Indonesia dalam sejarah industri lokal.
“Kretek itu bukan rokok semata. Ia adalah budaya, rasa, dan kerja perempuan Indonesia,”— Awalia Rismala
Langkah Risma tak selalu mudah. Di tengah perdebatan publik tentang bahaya rokok dan tekanan regulasi industri, ia justru tampil dengan suara yang berbeda, suara yang menuntut keadilan budaya.
Ia menegaskan, perjuangannya bukan untuk melawan kampanye kesehatan, melainkan melestarikan pengetahuan lokal yang nyaris punah.
“Yang saya jaga adalah nilai dan manusianya,” ujarnya tegas. “Para ibu linting, para petani tembakau, mereka bagian dari sejarah bangsa yang tidak boleh dihapus.”
Putri Tembakau Indonesia: Dari Tradisi ke Regenerasi
Didirikan dengan semangat kemandirian, Putri Tembakau Indonesia menjadi ruang belajar bagi perempuan muda. Di sini, mereka diajarkan melinting, meracik, dan memahami filosofi di balik sebatang kretek.
Risma juga mengubah pandangan publik bahwa dunia tembakau hanya milik industri besar. Ia memperlihatkan sisi lain: bahwa kretek juga merupakan karya budaya rakyat kecil, hasil perpaduan tangan, rasa, dan waktu.
“Kalau dulu para mbok linting bisa membangun ekonomi keluarga lewat kretek, kenapa sekarang kita tidak bisa menjadikannya ruang pembelajaran budaya?”— Awalia Rismala
Perempuan, Budaya, dan Perlawanan Halus
Di balik kelembutan suaranya, Risma menyimpan perlawanan yang sunyi. Ia menolak cara pandang yang menyingkirkan perempuan dari narasi industri dan sejarah.
Melalui kegiatannya, ia menulis ulang posisi perempuan dalam ekonomi lokal. Ia membuktikan bahwa tangan-tangan perempuan bisa menjadi penjaga tradisi, bukan sekadar tenaga kerja di balik layar.
“Perempuan Indonesia punya kekuatan yang halus tapi nyata,” katanya. “Dari hal yang dianggap kecil, mereka bisa menjaga sesuatu yang besar: budaya.”
Menjaga Bara yang Tak Padam
Kini, di tengah modernisasi dan perubahan zaman, Awalia Rismala tetap berdiri di jalannya sendiri. Ia adalah wujud Gadis Kretek masa kini; bukan tokoh fiksi, melainkan sosok nyata yang menjaga nyala warisan Nusantara dari padam.
Dalam setiap lintingan kretek, ada kerja, cinta, serta doa. Dan bagi Risma, selama masih ada perempuan yang mau belajar melinting dengan hati, bara warisan itu tak akan pernah padam.
“Saya bukan melawan zaman. Saya hanya ingin memastikan bahwa ketika orang bicara tentang kretek, mereka juga mengingat perempuan di baliknya.”— Awalia Rismala
Komentar