Mahasiswa Provinsi Riau yang tergabung dalam Forum Solidaritas Mahasiswa Riau (FSMR) menggelar aksi demonstrasi di depan Kampus Unilak menuntut PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) untuk segera ditutup.
Koordinator aksi, Supriyanto, mengatakan bahwa saat ini PT. Amman Mineral telah diduga melakukan pelanggaran HAM, bahkan berdasarkan sikap tegas Amnesty Internasional Indonesia, dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara Barat berbuntut panjang.
“Amnesty Internasional Indonesia meminta perusahaan tersebut untuk ditutup sementara hingga hasil penyelidikan pelanggaran HAM rampung dilakukan,” ucap Supriyanto.
Mahasiswa akhir itu memandang, seharusnya Negara segera bersikap atas catatan Amnesty Internasional dan PT AMNT juga sepatutnya turut mengindahkannya.
“Karena penutupan sementara dapat menjadi langkah yang harus dipertimbangkan. Sebab muara dari penyelidikan pelanggaran HAM itu dapat berujung pada pertanggung jawaban individu kelompok bahkan koorporasi,” tuturnya.
Salah seorang orator dalam aksi itu meneriakkan agar para jajaran direksi PT Amman Mineral untuk ditangkap bahkan dikurung di balik jeruji besi.
“Khususnya direktur-direktur PT tersebut untuk ditangkap dan dipenjara, dan kami akan terus berdiri menyuarakan keadilan,” pekik sang orator.
Supriyanto melanjutkan, bahwa sudah selayaknya mengambil sikap tegas terhadap perusahaan tambang yang berkhianat pada cita-cita bangsa. Menurutnya, PT AMNT yang merupakan perusahaan tambang terbesar ke dua di Indonesia setelah Freeport, jelas lahir dari rahim semangat nasionalisisme.
“Asset bangsa ini yang sebelumnya PT. Newmont dengan harapan dapat memberikan kontribusi bagi Negara khususnya masyarakat lokal Nusa Tenggara Barat di sekitar tambang, tetapi telah berbanding terbalik,” kata Supriyanto saat menggelar aksi di Kampus Unilak, Selasa 27 Desember 2022.
Mahasiswa riau juga meneriakkan dampak negatif dari PT Amman Mineral seperti pencemaran lingkungan dengan membuang limbah merkuri secara rutin sebanyak 14 ton per harinya.
Lalu persoalan CSR sebesar Rp. 120 milyar per tahun yang tidak jelas muaranya kemana. Kemudian persoalan pembatasan buruh untuk berserikat hingga sudah banyak menelan korban jiwa.
“Salah satu yang menjadi sorotan kami adalah kebijakan ketenagakerjaan mulai dari kecelakaan kerja sampai hilangnya nyawa pekerja, PHK sepihak, penghancuran serikat, jam kerja, hingga pembatasan media sosial,” tegas Supriyanto.
Dalam aksi tersebut, FSMR mendesak 5 tuntutan diantaranya mendukung aksi mogok makan mahasiswa dan masyarakat NTB di KOMNAS HAM, Usut tuntas korban jiwa dan hilangnya pekerja PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
Kemudian meminta negara mencopot dan mengadili jajaran direktur PT. Amman Mineral, meminta kepada Komnas HAM untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM Yang dilakukan PT AMNT dan tutup PT AMNT.
Demonstrasi FSMR itu diikuti oleh 6 kampus di Provinsi Riau, diantaranya Mahasiswa UNILAK, UIR ABURAM, UIN SUSKA, STIE Riau, Komunitas Mahasiswa Muhammadiyah dan Forum Aksi Mahasiwa UNIKS.
Diketahui, hingga saat ini perlawanan warga lokal Sumbawa Barat terus di gelorakan, aksi-aksi massa sampai hari ini masih terus berlanjut bahkan sejumlah mahasiswa dan masyarakat Sumbawa hingga saat ini masih melakukan aksi mogok makan di kantor KOMNAS HAM namun belum juga ada titik terang penyelesaiannya.
Aksi mogok makan yang digelar di depan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat, sudah berjalan selama hampir 2 minggu. Sebanyak lima peserta aksi mogok makan juga sudah mulai tumbang dan dilarikan ke rumah sakit. Meskipun ada yang tumbang, namun aksi masih terus berlanjut hingga hari ini.
Dukungan dari berbagai pihak mengalir untuk aksi dengan tuntutan penuntasan dugaan pelanggaran HAM oleh perusahaan tambang di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.
Sebelumnya Amanat KSB sebagai pelopor aksi sudah melaporkan dugaan pelanggaran HAM PT Amman Mineral ini ke sejumlah lembaga terkait hingga ke Sekretariat Kepresidenan . Mereka juga sempat menggelar aksi mengemis di depan Gedung DPR RI Jakarta, beberapa waktu lalu, juga melaporkan kasus ini ke Perwakilan PBB di Jakarta.[]