Ada Kisah Di balik Setiap Pembunuhan

Opini

Setiap amarah tak pernah datang tiba-tiba. Ia telah ada sejak manusia lahir, hanya munculnya bisa terkendali atau kadang tak bisa ditunda. Lalu karena amarah yang memaksa, setiap yang hidup ingin mengakhiri kehidupan yang lain.

Pada manusia, pembunuhan adalah pelanggaran moral yang berlangsung sejak manusia pertama kali mendiami bumi. Dan setiap manusia sejak itu meyakini bahwa kehidupan ada akhirnya dan setiap kematian ada awalnya.

Pembunuhan – entah berencana atau tidak – adalah kejahatan yang tidak terjadi di ruang hampa. Semua pembunuh bertahan dengan pembenarannya, memanfaatkan korban yang tak lagi bisa berargumentasi.

Sifat manusia yang supremasis lebih sering diwujudkan dalam klaim-klaim kebenaran sepihak, yang berujung paksa untuk merampas hak hidup orang lain. Mulai dari perang sebagai pembunuhan kolosal, hingga dendam yang bersifat personal.

“Pembunuhan itu horor”, kata Stephen King. “tapi manusia justru paling gemar menjadikannya tontonan dan lalu diperdebatkan.” Setiap pembunuhan adalah diskusi monolog yang tidak ada habisnya.

Peradilan adalah upaya manusia untuk menterjemahkan posisi korban yang tidak lagi mampu menjelaskan, dengan nilai kebenaran dan kesalahan yang sangat kategoris.

Bahkan dalam pembelaan diri sekalipun, pelaku yang hidup dalam sebuah peristiwa pembunuhan seringkali tetap disalahkan. Setiap pembunuhan tentu saja memiliki kisahnya masing-masing. Dan setiap kisah berdiri dalam klaim benar dan salah yang tidak pernah utuh.

“Apapun, yang jelas hakikat keadilan tidak boleh mengakomodasi dendam dan kemarahan”, kata Svetlana Aleksievich.

Dendam membuat manusia menuntut “lex talionis” – yang membunuh harus dibunuh untuk memuaskan yang masih tersisa. Sementara sang pembunuh ingin bertahan hidup dengan segala cara.

Manusia selama ribuan tahun selalu begitu. Salah, benar, dendam, marah dan kehidupan adalah garis putus-putus. Hanya kematian yang tegas dan pasti.

“Karenanya, untuk apa manusia harus saling bunuh, bukankah setiap manusia pasti akan mati dengan takdirnya masing-masing?” kata Jalaluddin Rumi.

Editor: Mauladi Fachrian

Tinggalkan Balasan