Jakarta – Pengamat kebijakan publik, Adib Miftahul, berpandangan bahwa Kementerian ATR/BPN harus cepat tanggap dalam merespons aduan masyarakat. Pasalnya, kinerja Menteri dan Wakilnya bisa diukur dari penyelesaian kasus yang kian mandek tanpa progress.
Dikatakan, Adib, seperti halnya pada kasus-kasus sengketa tanah yang terjadi di beberapa daerah. Sebut saja, kasus tanah antara Lince Siauw dengan PT. Royal Malibu Realti di Makassar.
Menurutnya, kasus tersebut belum menemui titik terang dari Kementerian ATR/BPN. Padahal, kata Adib, pihak lince Siauw yang dalam posisi ini merasa dirugikan sudah meminta keterlibatan Kementerian sejak tahun 2021.
“Ini Kementerian ATR/BPN kenapa? Kok bisa aduan masyarakat seperti digantung sekian lama. Ini lah yang kemudian menurut saya harus direspons oleh Hadi Tjahtanto dan juga Raja Juli Antoni sebagai pejabat baru Kementerian pertanahan,” kata Adib, Rabu 22 Juni 2022.
Dosen Politik itu melanjutkan, Hadi dan Raja Juli kiranya perlu mengetahui kasus tersebut. Sebab, kata Adib, dalam sengketa tanah itu subjeknya sangat jelas, antara masyarakat biasa dengan korporasi.
“Saya mengikuti kasus ini, di mana kedua belah pihak saling memiliki bukti kepemilikan, meskipun yang satu AJB dan satunya SHM. Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN mesti terlibat agar kasus itu menjadi terang benderang,” tegas Adib.
Diketahui, perempuan bernama Lince Siauw memiliki sebidang tanah dengan bukti kepemilikan berupa girik hingga Akta Jual Beli (AJB) yang dibenarkan oleh Kelurahan dan Kecamatan setempat. Sementara PT. Royal Malibu Realti memiliki bukti berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan) (SHGB).
Lince Siauw, Melalui kuasa hukumnya, Law Firm Rajawali Kusuma, berulang kali meminta Kementerian ATR/BPN di bawah kepemimpinan Sofyan Djalil untuk mengungkap kasus tersebut namun belum ada tanggapan sejak 1 tahun lalu.
Kuasa hukum Lince Siauw, Nefton Alfares Kapitan, menyebut yang menjadi persoalan pada SHGB tersebut dikeluarkan oleh BPN kota makasar hanya berdasarkan surat tanda lapor kehilangan. Jadi, kata dia, yang dilaporkan hilang SHM tapi bukti tanda lapor hilang itu dijadikan dasar oleh BPN untuk menerbitkan SHGB.
“Aneh bin ajaib, padahal SHM tersebut juga pernah diuji oleh Laboratorium Forensik pada tahun 2008 dan hasil uji tersebut dinyatakan alas hak terbitnya SHM tersebut dipalsukan. BPN juga diminta menunjuk lokasi tanah yang maksud pada SHM tersebut dimana lokasinya? akan tetapi BPN tidak bisa berbuat apa-apa karena Warkah SHM No.48 yang sekarang berubah menjadi SHGB No.21957 tersebut tidak ada di BPN Makasar,” pungkas Nefton.
Jadi, lanjut Nefton, Sertifikat itu seperti siluman yang tiba-tiba muncul dan nongkrong di atas tanah Lince Siauw yang di beli dari ahli waris Tjabo Padjarang pada tahun 2002. “Fisik tanah pun dikuasai oleh alhliwaris sampai dengan saat ini,” tutut Nefton.
Kemudian, hingga berita ini diturunkan, Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni belum memberikan respons meski sudah coba dihubungi.