Oleh: Sagaf Umur Aljufri
Pajak, sejatinya, adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai warga negara. Namun, ketika pajak berubah menjadi beban yang membungkukkan punggung masyarakat kecil, kita harus bertanya: demi siapa semua ini dilakukan? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang diperkenalkan lewat Surat Presiden pada 5 Mei 2021 dan dikukuhkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 29 Oktober 2021, telah melahirkan gelombang protes yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
Apakah kebijakan ini benar-benar menjadi jembatan menuju kemakmuran? Atau, malah menjadi jerat yang memiskinkan mereka yang sudah renta dalam kemiskinan? Sejarah akan mencatat kebijakan ini, dan kita harus memastikan catatan itu tidak dipenuhi air mata rakyat.
Ketika kebijakan ini diperdebatkan dalam ruang-ruang rapat megah antara pemerintah dan DPR, suara rakyat kecil sering kali tenggelam dalam hiruk-pikuk kepentingan. Peningkatan pendapatan negara memang menjadi salah satu tujuan utama kebijakan ini. Namun, siapa yang harus menanggung biaya dari mimpi besar ini? Masyarakat kecil, yang bahkan untuk makan sehari-hari harus mengencangkan ikat pinggang?
Dampak Kenaikan PPN yang Mengkhawatirkan
Kenaikan PPN 12 persen ini memiliki dampak yang sangat jelas, bahkan sebelum sepenuhnya diimplementasikan. Wakil Direktur Indef, Eko Listyanto, dengan tegas menyebutkan bahwa kebijakan ini berpotensi menggerus konsumsi masyarakat. Bagaimana tidak? Harga barang akan melonjak, daya beli masyarakat menurun, dan konsumsi domestik, yang merupakan salah satu penggerak utama ekonomi kita, akan terpukul.
Ahmad Heri Firdaus dari Indef juga menyoroti dampaknya pada sektor industri. Biaya produksi meningkat, utilisasi tenaga kerja menurun, dan ujung-ujungnya, masyarakat lagi-lagi yang akan menanggung akibatnya. Kenaikan pajak, yang seharusnya menjadi solusi, justru berpotensi menjadi penyulut krisis baru.
Paradoks Kesejahteraan
Pemerintah beralasan bahwa kenaikan PPN ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, bagaimana mungkin kesejahteraan dicapai jika masyarakat kecil semakin sulit membeli kebutuhan pokok? Paradoks ini harus dipecahkan, dan jawabannya tidak terletak pada menaikkan beban pajak rakyat, melainkan pada efisiensi belanja negara dan penguatan sektor produktif.
Solusi: Jalan Keluar dari Jerat Pajak
Sebagai penulis dan sebagai rakyat biasa, saya menawarkan beberapa solusi sederhana namun mendesak:
- Perluasan Basis Pajak
Alih-alih membebani mereka yang sudah taat membayar pajak, mengapa tidak memperluas basis pajak? Identifikasi sektor informal yang selama ini luput dari radar pajak, dan tarik kontribusi dari mereka yang mampu namun belum tersentuh kewajiban perpajakan. - Efisiensi Belanja Negara
Pemerintah harus berkaca pada dirinya sendiri. Jangan biarkan uang rakyat habis sia-sia untuk proyek-proyek tak berguna atau pemborosan birokrasi. Setiap rupiah yang dipungut dari rakyat harus digunakan untuk rakyat, bukan untuk elite. - Subsidi bagi Masyarakat Rentan
Jika kenaikan PPN ini tetap diberlakukan, pemerintah wajib menyediakan jaring pengaman sosial yang kuat. Subsidi langsung untuk kebutuhan pokok dan program perlindungan sosial harus menjadi prioritas agar rakyat kecil tidak menjadi korban utama. - Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas
Setiap kebijakan perpajakan harus disertai dengan transparansi. Kemana uang itu pergi? Bagaimana penggunaannya? Rakyat harus tahu, agar mereka tidak merasa dikhianati oleh pemerintah yang seharusnya melayani mereka.
Menakar Masa Depan
Kenaikan PPN 12 persen ini bukan sekadar angka dalam laporan keuangan negara. Ini adalah pertaruhan besar, dan pemerintah harus memastikan bahwa pertaruhan ini tidak berakhir dengan kehancuran ekonomi rakyat kecil. Jangan biarkan sejarah mencatat bahwa kebijakan ini lahir dari ketidakpekaan penguasa terhadap jeritan rakyatnya.
Saya, Sagaf Umar Aljufri , menulis ini sebagai suara hati rakyat yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan yang seharusnya membela mereka. Kepada para pemangku kebijakan, lihatlah keluar dari jendela kekuasaan Anda. Lihatlah wajah-wajah rakyat yang berjuang keras untuk hidup. Kebijakan Anda akan diukur bukan dari seberapa besar pendapatan negara bertambah, tetapi dari seberapa banyak rakyat yang Anda bantu untuk berdiri tegak.
Semoga jeritan ini didengar, dan semoga keadilan masih punya tempat di negeri ini.