Oleh: Islah Bahrawi/Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia
“There’s no such thing as a perfect crime atau tidak ada kejahatan yang sempurna,” kata Andrew Hawthorne dalam bukunya.
Kita lalu sepakat bahwa kasus terbunuhnya Brigadir Joshua akhirnya terkuak dan banyak orang menganggap bahwa kasus ini hampir mencapai titik akhir.
Orang awam melihat suatu kejahatan telah berakhir jika pelakunya tertangkap, sedangkan bagi penegak hukum, penetapan tersangka adalah awal dari sebuah perjalanan panjang.
Tapi bukan soal “pro-justicia” yang akan kita bahas di sini, melainkan upaya menghilangkan “public distrust” yang tidak boleh dibiarkan menebal.
Sebuah perkara bisa disebabkan oleh sedetik peristiwa, tapi akibat sebuah perkara bisa berdampak puluhan tahun lamanya.
Tugas Polri ke depan jauh lebih berat, selain menjaga stabilitas keamanan masyarakat tetap kondusif, Polri harus bisa menjamin setiap nyawa dalam suatu kejahatan ada nilainya.
Polri juga harus bisa menjaga kapabilitas dalam hirarki struktur internalnya.
Ada sistem yang salah sehingga membentuk kubang demi kubang pertarungan dalam menduduki jabatan tertentu yang tidak berbasis kompetensi.
Selama puluhan tahun kita selalu disuguhkan oleh kisah-kisah pertarungan antar gerbong di tubuh Polri.
Ini adalah isu yang mentradisi namun berkesan “tahayul”; terdengar dan terlihat, tapi sulit untuk dilingkari dalam peta.
Ini tugas berat Kapolri yang harus kita dukung akselerasinya.
Ada prinsip “capacity building” yang selama ini terlewatkan oleh organisasi besar bernama Polri.
Ada meritokrasi yang diabaikan. Ada upaya supremasi yang selalu jadi gerakan tambahan.
Ini tidak hanya terjadi hari ini, tapi sudah sayup-sayup terdengar sejak bertahun-tahun lalu.
Tugas berat Kapolri tak akan pernah beringsut jauh. Dari masa ke masa selalu berkutat dalam carut marut kompetensi dan ambisi hegemoni internal.
Ditambah kepentingan politik yang selalu berusaha mengintervensi dari pihak eksternal.
Ada perkara atau tidak ada perkara, masalah utama Polri selalu psiko-hirarkis dan psiko-politis.
Jika ini tidak segera diselesaikan, kasus Duren Tiga dikhawatirkan tidak akan pernah menjadi pelajaran.