Info Massa – Pernyataan Ketua Bawaslu Kota Tangerang terkait dugaan pelanggaran etik Komisioner KPU Kota Tangerang, Yudhistira Prasasta, menuai kritik tajam dari organisasi gerakan mahasiswa.
Dalam tanggapannya kepada Info Massa melalui pesan WhatsApp, Ketua Bawaslu Kota Tangerang menyebut bahwa kasus tersebut bukan menjadi ranah pengawasan lembaganya.
“Itu ranahnya DKPP, Bang. Atau Abang bisa melaporkan langsung ke atasan yang bersangkutan, yaitu KPU Provinsi Banten,” kata Ketua Bawaslu Kota Tangerang, Komarullah kepada Info Massa, Kamis (30/10).
“Bawaslu menangani temuan dan laporan pada saat tahapan Pemilu dan Pemilihan,” lanjutnya.
“Mengenai pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu bisa melaporkan ke DKPP sesuai Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu,” katanya lagi.
“Itu pada saat tahapan Pemilu dan Pemilihan,” tutupnya.
Pernyataan Ketua Bawaslu dinilai Forum Aksi Mahasiswa (FAM) Tangerang sebagai kesalahan penafsiran serius terhadap fungsi kelembagaan Bawaslu sebagai lembaga permanen dan mengikat, bukan lembaga ad hoc yang hanya bekerja ketika tahapan pemilu berlangsung.
Sekretaris Jenderal Forum Aksi Mahasiswa (FAM) Tangerang, Akbar Ridho dalam sambungan telepon mengatakan jika pernyataan tersebut mencerminkan minimnya pemahaman terhadap mandat hukum Bawaslu sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kalimat Ketua Bawaslu itu jelas keliru. Bawaslu bukan Panwaslu zaman dulu yang hanya aktif di masa tahapan. Sejak UU No. 7/2017, Bawaslu bersifat permanen. Artinya, pengawasan terhadap penyelenggara pemilu melekat sepanjang masa jabatan, termasuk untuk dugaan pelanggaran etik,” tegas Akbar.
Menurutnya, alasan bahwa kewenangan Bawaslu hanya berlaku “pada saat tahapan pemilu dan pemilihan” merupakan bentuk penghindaran tanggung jawab moral dan administratif.
“Fungsi pengawasan Bawaslu tidak boleh dimaknai sempit. Jika seorang komisioner KPU aktif terbukti terlibat dalam organisasi kemasyarakatan, Bawaslu wajib menindaklanjuti dan merekomendasikan ke DKPP. Itu bukan pilihan, itu kewajiban,” imbuhnya.
Lanjut Akbar menjelaskan pada Pasal 93 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki tugas menindaklanjuti temuan dan laporan terhadap dugaan pelanggaran pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
“Pasal tersebut tidak membatasi kewenangan Bawaslu hanya pada masa tahapan pemilu,” katanya.
“Pengawasan etik tidak diikat oleh tahapan pemilu, melainkan oleh status jabatan penyelenggara pemilu yang masih aktif,” jelas Akbar.
Dalam penutup, Akbar menyebut pernyataan Ketua Bawaslu Kota Tangerang sangat berbahaya secara kelembagaan. Ia justru mempersempit fungsi pengawasan lembaga yang secara hukum bersifat permanen.
“Bawaslu punya tanggung jawab moral untuk memeriksa, bukan malah mendorong masyarakat melapor sendiri ke DKPP. Itu seperti melempar tanggung jawab,” pungkasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Ketua KPU Kota Tangerang Qori Ayatullah belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan Info Massa melalui pesan WhatsApp maupun sambungan telepon.[]
Komentar