Islah Bahrawi : Tradisi Humor & Nahdlatul Ulama

Opini

Oleh : Islah Bahrawi/Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia

Opini – Beragama tidak hanya berbicara tentang dosa dan neraka. Sebagai manusia kita tidak harus terbelenggu oleh rasa cemas akan siksa, karena agama juga menyediakan ruang untuk bergembira.

Dalam konteks Islam, humor adalah salah satu “cabang tak tertulis” melalui dunia Tasawwuf. Jalaluddin Rumi salah seorang sufi yang banyak menghantarkan lelucon dalam berbagai anjurannya.

Rumi melawan arus penganut agama yang kebanyakan berwajah masam dan garang pada eranya. Beragama di tangan Rumi menjadi petilan humor yang sama sekali tidak menghalangi indoktrinasi.

“Jika manusia ingin iluminasi khusus”, kata Rumi, “maka lihatlah wajah manusia; dalam tawanya terdapat esensi kebenaran tertinggi”.

Tokoh sufi klasik dalam Islam lainnya termasuk Omar Khayyam dan Fariduddin Attar, banyak menghantarkan humor dalam berbagai karyanya. Ide-idenya lalu diteruskan ke Eropa melalui kontak keilmuan antara dunia Islam dan Kristen.

Sejak abad awal hingga pertengahan, Tasawwuf berhasil membangun jembatan antar komunitas dengan cair. Di Barat, orang-orang terkenal seperti Dag Hammarskjold, St. Fransiskus, Sir Richard Burton, Cervantes dan Winston Churchill telah dipengaruhi oleh pemikiran sufistik Islam, termasuk selera humornya.

Nahdlatul Ulama adalah salah satu lembaga yang banyak memperkenalkan kembali cara beragama dengan narasi-narasi humor ala sufi. Banyak tokoh NU – dimotori oleh Gus Dur – berhasil membuat keseimbangan psikologis dengan menangkal fanatisme berlebih melalui humor dalam setiap dakwahnya.

Pada era Gus Dur, humor seolah dipublikasikan secara resmi dan berkala oleh NU. Dalam candaan Gus Dur ketika itu, “jika dakwah isinya hanya marah-marah, mungkin pendakwahnya mantan Danramil”.

Humor membuat dakwah NU mengalir dan menarik. Ketika manusia tertawa, rasa marah, caci maki dan saling benci akan tereliminasi dengan sendirinya. Dakwah yang hanya menakut-nakuti dan sibuk memurtadkan orang lain untuk menghakiminya masuk neraka, pada akhirnya hanya melahirkan sekumpulan manusia beragama yang kering, beringas dan ofensif.

Hidup hanya sekali, tapi jika dijalani dengan tertawa, sekali saja terasa cukup. Demikian juga beragama.

3 thoughts on “Islah Bahrawi : Tradisi Humor & Nahdlatul Ulama

Tinggalkan Balasan