Kalimat Minal Aidin Wal Faidzin Dan Tradisi Halal Bihalal Cuma Ada Di Indonesia, Ini Sosok Yang Mempopulerkannya

Ragam Massa

Ragam Massa – Bagi umat Islam, khususnya di tanah Nusantara, dua kalimat populer menginjak berakhirnya bulan Ramadan dalam perhitungan kalender Hijriyah, yakni Minal Aidin Wal Faidzin dan Halal bi Halal, sangatlah familiar di telinga mereka.

Setiap umat Islam menginjak Syawal atau lebih dikenal Lebaran, dipastikan akan menyampaikan dua kalimat tersebut. Baik melalui pesan di media sosial maupun bertandang secara langsung tepat di hari Lebaran.

Tapi, tahukan anda, siapakah yang pertama kali mempopulerkan dua kalimat tersebut di Indonesia ?
Dialah sang putera fajar, Soekarno, Presiden pertama Indonesia yang dikenal paling kharismatik.

Di tahun 1958 mengucapkan kalimat “Minal Aidin Wal Faidzin” pada hari raya Idul Fitri.

Kalimat tersebut adalah penggalan sebuah doa yang lebih panjang yang diucapkan ketika kita selesai menunaikan ibadah puasa yang berarti “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah menjadikan kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) kemenangan.”

Dari ucapan Soekarno itulah kalimat “Minal Aidin Wal Faidzin” pada hari raya Idul Fitri, menjadi kalimat wajib kaum Islam. Populer dari sejak tahun diucapkannya sampai saat ini.

Pun, kalimat Halal bi Halal yang juga telah menjadi bagian budaya kita di bulan Syawal. Tidak cukup saling mengucapkan Minal Aidin Wal Faidzin saja, tapi kebiasaan yang dianggap keharusan ini terpelihara sampai saat ini.

Bung Karno pula yang memberikan istilah Halal bi Halal tersebut. Walau tentunya konteks saat Soekarno memberi istilah (sekitar tahun 1946) dengan sekarang berbeda jauh.

Halal bi Halal dipicu dengan kondisi Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Di mana, pada masa itu Soekarno dihadapkan dengan revolusi sosial dan struktur negara baru yang lemah serta mewarisi birokrasi buatan Jepang. Perpecahan politik, ideologi dan konflik antar kelompok meruncing di mana-mana.

Kondisi tersebut membuat Soekarno cemas. Ide untuk mempertemukan para pimpinan politik muncul pada bulan Ramadhan 1946.

Ide itu diperkuat juga dengan harapan sejumlah tokoh yang menghubungi Soekarno serta meminta adanya perayaan Lebaran pada bulan Agustus dengan mengundang seluruh komponen revolusi yang berbeda dalam pendirian politik maupun kedudukannya dalam masyarakat.

Gayung bersambut. Pertemuan para tokoh tersebut berlangsung dan Soekarno memberi istilah ‘Halal bi Halal’ yang diartikan sebagai silaturahmi dan saling memaafkan. Sejak itu, seperti pernah dilansir Tempo, 2006, istilah Halal bi Halal populer sebagai ucapan di Hari Raya Idul Fitri.

Editor: Mauladi Fachrian

Tinggalkan Balasan