Kejagung RI Fokus Kasus Duta Palma, Mardianto Manan Dorong Masyarakat Kuansing Lengkapi Data

Daerah

Kuansing – Saat ini pihak Kejaksaan Agung RI sedang mengumpulkan informasi dan melakukan identifikasi seluruh aset PT Duta Palma Group, sebuah perusahaan sawit yang diduga banyak melanggar aturan, salah satunya mengenai izin Hak Guna Usaha (HGU).

“Kalau masih ada yang belum disita silakan masyarakat melaporkannya,” ucap Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI di salah satu media.

Menyambut pernyataan warga tersebut, Anggota DPRD Provinsi Riau Mardianto Manan mengatakan, bahwa seluruh elemen yang bertentangn dengan Duta Palma harus menyiapkan kembali kelengkapan berkas kecurangan perusahaan tersebut.

“Kita harus Kumpulkan lagi data-data kecurangan duta Palma yang pernah disusun rapi oleh para Datuk dan tokoh masyarakat serta kepala desa masyarakat yang teraniaya yang berada sekitar perusahaan,” Ucap Mardianto Manan Kepada Infomassa, Sabtu 02 Juli 2022, Via pesan singkat.

Mardianto meneruskan, semua desa di sekitar ring satu duta Palma merasa menderita. Padahal, kata dia, sejatinya perusahaan hadir untuk menyejahterakan warga sekitar khusunya, dan umumnya Kuansing bahkan Indonesia.

“Tetapi fakta di lapangan justru tersiksa dan dihancurleburkan oleh PT duta Palma ini, bahkan banyak korban raga dan jiwa, parahnya lagi ada yang meninggal dipenjara yang disebabkan dilaporkan pihak perusahaan pada pihak yang berwajib sebagai pelaku anarkis membakar alat berat,” Kata Mardianto Manan.

Politisi PAN itu memaparkan 6 poin penting dosa besar Duta Palma kepada Kuansing yang harus dilaporkan ke Kejagung RI. Pertama, Lokasi HGU merupakan tanah ULAYAT masyarakat Kenegerian Benai, Siberakun, Koto Rajo, Cengar, dan Kopa. Kedua, PT. Duta Palma sangat tidak perhatian dengan masyarakat karena tidak melaksanakan CSR dengan baik.

Ketiga, terdapat tanah masyarakat hampir 600 Hektar dalam area HGU yang harus dienklave oleh PT. Duta Palma Nusantara, namun belum dilaksanakan. Keempat, tidak memenuhi janji yang disepakati dengan masyarakat. Kelima, membangut parit gajah, sehingga menutup akses jalan bagi masyarakat untuk masuk keluar Desa dan menuju perkebunan masyarakat. Keenam, belum melaksanakan kewajiban pembangunan kebun kemitraan (KKPA) sebanyak 20%.

“Harapan kita, agar para tokoh adat dan masyarakat serta kepala desa melaporkan secepat mungkin ke Kejagung Karena sudah ditunggu-tunggu oleh kejagung saat ini. Kejagung jangan biarkan negara ini dijajah oleh pengusaha yang tak peduli terhadap aturan dan pengaturan negara ini, dengan melakukan mafia tanah, Ucap Mardianto.

Editor: Mauladi Fachrian

Tinggalkan Balasan