Info Massa – Ratusan massa Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang (AMANAT) Kabupaten Sumbawa Barat (Amanat KSB), menggeruduk hingga menyegel kantor PT Meta Epsi Drilling Company (MEDCO) Energy di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (23/5).
Massa menuntut Dirut Medco Hilmi Panigoro bertanggung jawab atas masalah yang disebabkan oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara Barat (PT AMNT) di wilayah Sumbawa Barat. Diketahui, PT AMNT merupakan anak perusahaan dari PT MEDCO Enegry.
“Pak Hilmy sebagai pemegang saham mayoritas, kami minta untuk membuka mata dan hatinya agar masyarakat diberi ruang hidup yang layak serta memberikan posisi tawar menawar yang bagus untuk kami kepada manajemen,” kata Ketua AMANAT KSB Ery Satriawan.
Tak hanya itu, massa Amanat KSP juga menolak keras atas permohonan Initial Public Offering (IPO) yang diajukan PT AMNT dengan target penggalangan yang dirumorkan mencapai US$ 1 miliar atau setara Rp 15 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$). Hal ini lantaran PT AMNT memiliki banyak permasalahan dalam pengelolaan perusahaannya.
“Kenapa kami tolak? Karena beberapa persoalan yang terjadi hari ini belum diselesaikan, bahkan laporan dan pengaduan kami sudah kami layangkan ke lembaga negara kemudian lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah, kemudian DPR RI, Komnas HAM, bahkan ke aparat penegak hukum, yaitu Dirkrimsus Polda NTB terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan Amman Mineral,” beber Ery.
Ery menegaskan, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan antara lain, kebijakan perusahaan terkait lowongan kerja tenaga lokal yang minim, roster kerja, daftar black list, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak, pemberangusan serikat pekerja/serikat buruh atau union busting dan pengekangan hak-hak pekerja yang mengarah kepada pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Belum lagi, lanjutnya, masalah lain seperti proses akuisisi saham perusahaan di Pemda yang tiba-tiba hilang. Kemudian, adanya pergeseran kontrak karya yang tiba-tiba menjadi izin usaha tambang dan permainan dari oknum pejabat di manajemen yang tidak melaporkan keuangan perusahaan ke pemegang saham. Lalu, skandal dan tidak transparansinya pengelolaan dana PPM/CSR. Kecelakaan Kerja hingga dugaan penggelapan Pajak yang diakibatkan beroperasinya beberapa Perusahaan di area konsesi PT. AMNT tanpa izin industri.
“Bahwa terhadap seluruh rangkaian perjuangan kami selaku masyarakat hingga saat ini masih berproses dan belum satupun Lembaga Negara/Instansi Pemerintah sebagaimana di atas yang menyatakan bahwa laporan kami telah mendapat bantahan atau dihentikan yang intinya semua saat ini masih berproses,” tegas Ery.
Ery menegaskan, pihaknya dan masyarakat itu tidak meminta agar perusahaan berbagi keuntungan. Namun lebih kepada pemberdayaan pengusaha lokal dan memberikan fasilitas serta ksempatan yang layak untuk masyarakat mendapatkan pekerjaan di PT AMNT.
“Melihat keuntungan dari PT AMNT yang kurang lebih ada Rp106 triliun selama 5-6 tahun ternyata tidak dirasakan oleh masyarakat sekitar. Harus diingat kami ini bukan mengemis-ngemis minta sesuatu ke PT AMNT. Kami hanya minta koorporasi lebih perhatian dan menjalankan kewajibannya melalui CSR yang angkanya cukup besar sekitar Rp130-150 miliar per tahun untuk disalurkan dengan baik ke masyarakat. Tak lebih dari itu saja,” kata Ery.
Atas persoalan tersebut, Ery meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menindaklanjuti tuntutan tersebut. Terpenting menolak rencana permohonan IPO PT AMNT.
“Kami menolak keras, kami minta kepada OJK dan Bursa Efek untuk kemudian tidak mengeluarkan izin terhadap permohonan ini. Kami juga minta bursa efek tidak mengeluarkan prinsip permohonan yang mereka inginkan,” demikian Ery Satriawan. []