Sekjen Prodem yang juga putra Sumbawa, Mujib Hermani, mengingatkan PT Amman Mineral tentang sejarah perlawanan warga Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang dikenal dengan perang Sapugara.
Mujib menyampaikan pada 116 tahun yang lalu, terjadi Perang Sapugara, yang merupakan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajahan Belanda. Hal itu pun bisa terjadi terhadap PT. Amman ini.
Warga KSB, kata Mujib, dulu pernah melakukan perlawanan aktivitas pertambangan pada 1987. Kemudian, warga juga menentang hal yang sama terhadap PT. Newmont Nusa Tenggara pada era 2015, perusahaan yang kini bernama PT. Amman.
“PT. Amman itu ada perlawanan dari masyarakat Sumbawa, sempat ada yang dibakar bedengnya,” kata Mujib dalam sebuah diskusi solidaritas di tenda mogok makan, gedung Komnas HAM, Senin 19/12.
Mujib melanjutkan bahwa perlawanan terhadap PT Amman Mineral oleh kelompok masyarakat kecil KSB saat ini sudah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk menggelar aksi mogok makan di Kantor Komnas HAM ini.
“Tanpa sadar ruh pendahulu mengalir di darah-darah kita sekarang ini jangan dikira kami hadir tanpa panggilan leluhur-leluhur kita. Saat inilah bahwa anak, cucu, cicitnya, dibangkitkan kembali. Masyarakat Sumbawa jangan mau dibodohi, bukan saatnya Sumbawa itu mau diadu domba,” kata dia.
Dia menyampaikan tambang emas di Sumbawa salah satu terbesar di Indonesia, tetapi faktanya masyarakatnya di bawah garis kemiskinan. Lebih dari itu, yang membuat miris ialah warga KSB merupakan salah satu daerah ekspor TKI terbesar di Indonesia.
Selain itu, Mujib juga memastikan akan mengonsolidasikan warga KSB di Jakarta untuk melakukan aksi besar-besaran di PT. Amman Mineral.
“Kami akan kumpulkan massa, tunggu komando untuk kapan kami bergerak mengembalikan kedaulatan dan martabat orang Sumbawa yang dibodohi. Kita kepung saja PT Amman,” jelas dia.
Sementara itu, tokoh masyarakat KSB Amir Jawas mengatakan kehadiran PT. Amman di daerahnya hanya membuat kesenjangan sosial. Menurutnya, PT. Amman sudah menganggap masyarakat KSB bodoh.
“Bisa kami bakar itu perusahaan, kami tutup. Yang berhak itu bukan pusat, pusat boleh mengatur dari tambang itu, tetapi Kabupaten Sumbawa Barat yang harus mendapatkan yang lebih banyak,” jelas dia.
Dia menilai masyarakat KSB banyak yang berada di garis kemiskinan. Seharusnya, KSB mendapatkan banyak manfaat dari hasil yang diterima PT. Amman Mineral, tetapi faktanya mayoritas lari ke pusat.
“Jangan dianggap kita ini orang bodoh. Inilah saya pikir generasi muda jangan takut bela kepentingan masyarakat orang banyak,” kata dia.
Ketua Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang (Ammanat) Muh. Erry Satriyawan mengatakan PT. Amman Mineral tidak memberikan manfaat secara sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat KSB. Dia menilai seharusnya PT Amman mendapatkan keuntungan sebesar Rp 7,4 triliun, tetapi manfaatnya tidak terasa bagi masyarakat KSB.
“Belum bicara tentang aktivitas pengadaan barang jasa, taruh saja tidak usah Rp 7,4 triliun, Rp 2 triliun saja di mana sepuluh persen kalian berdayakan masyarakat lokal Rp 200 miliar, itu banyak masyararakat terbantu karena ada aktivitas usaha,” jelas dia.
Dia juga memohon kepada seluruh pejabat di pusat, NTB, hingga kabupaten untuk melihat PT. Amman
“Ini perusahaan sudah keterlaluan, saya katakan ini perusahaan sudah biadab,” tandas dia.
Seperti diketahui, sebanyak 17 orang korban perusahaan tambang emas dan tembaga, PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) menggelar aksi mogok makan di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di jalan Latuharhary No 4B Menteng Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2022) hari ini.
Aksi ini ditengarai akibat dugaan berbagai tindakan kejahatan dan pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan tambang terbesar nomor dua di Indonesia tersebut. Mogok makan sebagai simbol aksi protes serta desakan kepada Komnas HAM memeriksa dan menghentikan kejahatan koorporasi nasional itu.
Dalam diskusi itu, para tokoh dan aktivis membongkar borok PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar meski sudah mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di kabupaten tersebut.
Diskusi ini juga dihadiri oleh sejumlah aktivis mahasiswa dari berbagai kampus di Jabodetabek.[]