Agama Sebagai Interpretasi Kepentingan Manusia

Opini

Oleh: Islah Bahrawi / Direktur Eksekutif Jaringan Islam Moderat

Opini – “Andai saja saya selaku pemeluk Islam tidak meyakini bahwa Islam adalah agama terakhir, sudah seharusnya hari ini Tuhan menurunkan agama baru”, tulis Hashemi Oglu di San Francisco Chronicle, seminggu setelah peristiwa 9 September 20 tahun lalu.

Ambisi manusia selama berabad-abad selalu berbanding lurus dengan sejarah semua agama karena konsep keimanan merupakan instrumen yang paling jitu untuk meyakinkan orang lain. Secara positif ini jamak terjadi. Tapi dasar manusia, sering kali agama juga menjadi “cek kosong” untuk menormalisasi kejahatan moral dan kemanusiaan.

Setiap agama mempunyai sejarah getir akibat manipulasi pemeluknya. Kemunculan setiap agama, Nabi dan kitab suci baru, selalu didahului oleh perilaku manusia yang memodifikasi keimanan ke arah kepentingan pribadi, utamanya memenuhi ambisi kekuasaan.

“Lalu tafsir-tafsir diplintir”, kata Kurt Eichenwald. Menurutnya, agama tidak pernah eksis di ruang hampa. Ia elastis seperti lempung yang “pasrah” untuk dibentuk menjadi apa saja. Syariat-Hakikat-Makrifat yang menjadi inti agama, dalam relativitas interpretasi manusia, tafsir-tafsirnya berkembang menjadi ideologi dengan variabel imagologi.

Agama sejatinya tidak pernah berubah. Manusia yang berubah. Agama dipeluk berjuta-juta manusia dengan berjuta cara. Bangunan besar bernama agama, dalam beberapa abad terakhir semakin dipenuhi oleh ruangan baru yang diperluas oleh tafsir-tafsir aneh dan tak terduga.

Sekat-sekat berdiri semakin tinggi tanpa jendela dan pintu. “Padahal Tuhan tak memiliki agama”, kata Mahatma Gandhi. Tuhan menyediakan apa saja. Menyediakan apa yang haram bagi satu agama, tapi halal bagi agama yang lain. Ini bukan inkonsistensi, tapi sebuah konsistensi bahwa Tuhan selalu hadir bagi agama apa saja.

Agama-agama hari ini bahkan seperti terminal. Ia tidak hanya menyediakan angkutan, tapi juga memberi ruang bagi calo tiket dan pencopet. “Agama bukan kolonisasi”, kata uskup Desmond Tutu,” ketika orang Eropa datang ke Afrika, mereka memiliki Alkitab dan kami memiliki tanah. Mereka berkata, “Mari berdoa,”. Kami memejamkan mata. Ketika membuka mata, kami memiliki Alkitab dan mereka memiliki tanahnya!”.

16 thoughts on “Agama Sebagai Interpretasi Kepentingan Manusia

  1. You really make it seem so easy with your presentation but
    I find this topic to be really something which I think I would never understand.
    It seems too complex and very broad for me. I am looking forward for
    your next post, I’ll try to get the hang of it!

  2. Undeniably believe that which you said. Your favorite reason appeared to be on the internet the easiest thing to be aware of.
    I say to you, I certainly get annoyed while people think about worries that they just do not know about.
    You managed to hit the nail upon the top and defined out the whole thing without having side-effects ,
    people could take a signal. Will probably be back to get more.
    Thanks

Tinggalkan Balasan