Islah Bahrawi: Diaspora & Peradaban Manusia

Opini

Oleh: Islah Bahrawi / Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia

Opini – Selama berabad-abad kita telah membangun kisah sederhana tentang asal mula ketidak setaraan sosial. Dalam banyak sejarah, seringkali dikatakan manusia pada awalnya hidup sebagai kelompok pemburu yang egaliter.

Kemudian datang pertanian yang membawa serta kepemilikan pribadi, dan kemudian terbangun kota-kota yang berarti lahirnya interaksi yang lebih majemuk. Dari sini problematika sosial muncul. Pajak, birokrasi dan perbudakan, menciptakan berbagai kesenjangan. Selanjutnya kriminalitas dan hegemoni politik juga mulai timbul. Situasi ini membuat manusia bergerak, mencari tempat yang dianggap lebih layak.

Secara perlahan manusia memilih tempat yang dianggap lebih nyaman. Klimatologis, geografis dan ketersediaan intimasi sosial, adalah faktor lain yang membuat manusia selalu bermigrasi dan menetap serta beranak-pinak di suatu tempat. Eksodus secara sporadis cenderung dilakukan oleh masyarakat yang selalu diliputi oleh tekanan, baik berupa perang atau setidaknya kecamuk regional.

Pada era modern, bangsa Arab adalah salah satu etnik yang paling banyak melakukan migrasi ke berbagai tempat. Konflik tribalisme dan instabilitas politik membuat bangsa Arab berdiaspora ke hampir seluruh benua di dunia hingga hari ini.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan etnis tertentu, saya hanya ingin mempertegas pergerakan dan peradaban manusia dari waktu ke waktu. Tentu saja tidak boleh ada satu kelompok manusia yang merasa lebih unggul dari kelompok lainnya. Sebab rasa superioritas akan melahirkan fasisme, dan rasa inferioritas akan memunculkan feodalisme.

Peradaban manusia bagaimanapun adalah kesepakatan bersama. Suatu peradaban akan menemui benturan yang tragis jika hanya melahirkan ketidaksetaraan harkat.

Semua manusia adalah penyintas peradaban. Manusia dengan zamannya selalu berada pada tingkat pemahamannya masing-masing. Rasa nyaman satu abad yang lalu, sama saja dengan rasa nyaman hari ini. Setiap manusia selalu ingin dihargai sebagai manusia.

Karenanya, ketika manusia menjejakkan kakinya di suatu petak bumi, maka di situlah manusia harus menjunjung tinggi kemanusiaan dan kedamaiannya.

Tinggalkan Balasan