Islah Bahrawi: Ucapan selamat Natal, Otomatis teleportasi iman?!

Opini

Oleh : Islah Bahrawi/Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia

Opini – Banyak ulama-ulama fiqih terdahulu mengharamkan ucapan selamat Natal. Tapi dalam puluhan tahun terakhir banyak yang menghalalkannya.

Ulama-ulama washatiyah memotori penetapan bolehnya ucapan Natal ini, salah satu yang mengemuka adalah Habib Ali al-Jufri. Beberapa ulama Mesir, juga sejak lama membolehkannya. Mengapa ini terjadi? Sejatinya fatwa dari para ulama memang selalu berbeda, dan berkembang secara evolusif sesuai peradaban manusia.

Tafsir dan penetapan hukum, terutama dalam Islam, banyak sekali dipengaruhi oleh situasi pada zaman di mana ulama tersebut berdiam. Kecuali hukum agama yang sudah secara tegas ditetapkan dalam dua yurisprudensi utama, Al-Qur’an dan Hadits, yang tidak memerlukan proses penafsiran lanjutan.

Dalil-dalil, baik Aqli dan Naqli, maupun proses penetapannya: Qiyas dan Ijma’, memang kemudian sangat kategoris dan interpretatif berdasar keilmuan – tergantung dengan situasi dan kondisinya.

Salah satu contoh, kita bahkan diperbolehkan memakan apapun yang tadinya mutlak diharamkan sepanjang tidak ada makanan halal yang tersedia. Ini terjadi karena pada dasarnya: agama-agama menuntut agar kehidupan manusia tetap berlanjut dalam ekosistem alam dan spiritual yang seimbang.

Agama bukanlah borgol yang menganjurkan manusia agar mati begitu saja, melainkan harus tetap bertahan hidup hingga kematian tidak sanggup ditolak.

Pengharaman ucapan Natal memang sangat marak pasca abad pertengahan ketika perang agama merebak. Perang Salib dan inkuisisi wilayah politik berbasis agama sedang meninggi pada masa awal kesultanan Turki. Hukum pelarangan ucapan Natal banyak terjadi pada masa itu.

Tapi sejak pertengahan abad ke-19, ketika “bellum sacrum” menjadi artefak brutalitas sejarah dan kedamaian adalah pengharapan para pemeluk agama, maka banyak ulama yang kemudian berusaha menjaga agar harmoni makin terbentuk. Saling ucap “selamat” dalam pemeluk agama dianggap kultur sosial, bukan teleportasi keimanan.

Perbedaan pandangan fiqih dalam Islam sudah biasa terjadi, yang harus dihindari adalah: merasa dirinya yang paling benar, lalu memfitnah dan menyerang siapapun yang berbeda pandangan.

Feliz Navidad mis hermanos!

16 thoughts on “Islah Bahrawi: Ucapan selamat Natal, Otomatis teleportasi iman?!

Tinggalkan Balasan