Klasterisasi Pansel OJK Menjebak Presiden Jokowi

Opini

Oleh: Juliaman Saragih/Ketua Nation and Character Building Institute (NCBI)

Opini – Klasterisasi hasil seleksi dinilai menjebak dan mempertaruhkan kewibawaan lembaga kepresidenan, dan bukan memudahkan kerja Presiden Jokowi, bahkan bisa menimbulkan kekisruhan dengan Komisi XI (Keuangan dan Perbankan) DPR.

Panitia Seleksi (PanSel) telah menilai, memilih, menetapkan dan menyerahkan 21 calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) kepada Presiden Jokowi (7/2/22). Calon anggota DK-OJK tersebut diserahkan PanSel dalam 7 klaster (No. PENG-05/PANSEL-DKOJK/2022).

Mungkin PanSel lupa perintah Pasal 10, ayat 2 UU OJK, bahwa Dewan Komisioner OJK bersifat kolektif dan kolegial. Artinya, komposisi jabatan anggota ditentukan dalam rapat internal 7 orang DK-OJK terpilih.

Fakta 2017, terjadi perdebatan panas di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR dalam pembahasan mekanisme pemilihan komisioner OJK. Kekisruhan ini akibat penerapan sistem klasterisasi atau spesialisasi tertentu terhadap 14 calon anggota DK-OJK. Hingga Komisi Keungan dan Perbankan DPR menyatakan tegas, PanSel dan Presiden bekerja tidak sesuai dengan perintah UU OJK (7/6/17).

Jika Pansel 2022 kembali memakai sistem klaster, bukankah Presiden Jokowi kembali dipaksa memilih 14 calon anggota DK-OJK dan akhirnya dikatakan tidak bekerja sesuai Undang-undang.

Presiden Jokowi harus menolak memilih 14 calon anggota DK-OJK berdasar sistem klaster ini, karena pengalaman fit and propertest tahun 2017, skema ini menciptakan kekisruhan dan pasti ditolak Komisi XI.

Harapannya, Presiden Jokowi meminta PanSel memperbaiki pelaporan 21 calon anggota tersebut, tanpa pengkotakan spesialisasi tertentu (klaster), dan dilengkapi catatan usulan dan rekomendasi Pansel.

Pernyataan tegas Presiden Jokowi di bawah ini sebagai respon terhadap kasus korupsi Mega Triliun Jiwasraya dan Asabri.

Masyarakat merekam pernyataan Presiden Jokowi saat membuka perdagangan perdana pasar modal (2020), demikian kutipannya, “…Presiden Jokowi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membersihkan pasar modal dari para manipulator saham. Pihak-pihak yang terkait aktivitas pasar modal untuk melakukan pembersihan dari transaksi-transaksi yang abnormal. Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK harus bisa memberikan perlindungan bagi para investor. Transaksi keuangan yang terindikasi fraud alias mencakup penipuan pun harus ditindak dengan tegas. Kita harus jaga ini. Hati-hati dengan yang dipoles agar bagus. Bersihkan dan hentikan,” pada (2/1/2020).

OJK sangat membutuhkan dirigent dengan syarat dan kriteria sesuai dengan partitur Pasal 15, huruf g, mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan. Dalam Aturan Penjelasan, yang dimaksud dengan “mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan” adalah seseorang yang memiliki pengalaman, keilmuan, atau keahlian yang memadai di sektor jasa keuangan. Untuk mendapat perspektif utuh soal lingkup sektor jasa keuangan ini pasal diatas harus dikawinkan dengan BAB 1 (Ketentuan Umum), Pasal 1, ayat 4 dan ayat 10.

Bagaimana menafsirkan perintah syarat kualitatif ini dalam praktek seleksi saat ini? Kembali, perintah UU OJK ini ditafsirkan Pansel bahwa syarat-syarat kualitatif memadai di bidang pengawasan dan pengaturan (regulator) di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya hanya berlaku untuk klaster 5, Calon Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Bukankah semua calon anggota DK-OJK harus tahu dan mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan. Ke depan, persyaratan kualitatif diatas harus di elaborasi hingga detail sehingga tidak bersandar pada tafsiran searah Pansel.

Tinggalkan Balasan