Sengketa Lahan Warga Vs Pemkot Singkawang Terus Berproses di Jalur Hukum

Daerah

Pontianak – Tjung Subianto, seorang warga Pontianak, Kalimantan Barat, terpaksa harus mempertahankan hak kepemilikan lahannya yang bersengketa dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang melalui jalur hukum.

Proses jalur hukum diawali Tjung Subianto saat dirinya hendak mendirikan bangunan seluas 163 m2 dari total lahan 1600 m2 dengan bukti kepemilikan 5 buku sertipikat. Sebagai syarat utama, maka ia pun mengajukan permohonan Izin Pemanfaatan Penggunaan lahan (IPPT) kepada Pemkot Singkawang.

Namun sayangnya Permohonan IPPT tersebut ditolak oleh Pemkot Singkawang dengan menerbitkan Surat tanggal 23 September 2019 Nomor. 503/237/PPT.B perihal Penolakan Permohonan IPPT. Padahal, Tjung Subianto telah mengantongi surat rekomendasi dari Kelurahan Melayu, Kecamatan Singkawang, surat pernyataan tidak keberatan dari warga sekitar, bukti pembayaran SPPT PBB dan gambar Site Plan yang sudah disurvey serta disetujui oleh Dinas PUPR melalui tanda tangan Plt. Kepala Bidang Penataan Ruang.

Adapun alasan penolakan itu berbunyi, pertama, lokasi tanah milik Tjung Subianto dinyatakan masuk dalam Pola Ruang Terbuka Hijau Lapangan Olah Raga (RTH LOR) dan Taman Kota. Kedua, Terkena Peraturan Daerah (PERDA) Singkawang Nomor 1 Tahun 2014 tentang RTRW Kota Singkawang Tahun 2013-2032.

Agus Akbar, Kuasa hukum Tjung Subianto dalam sengketa lahan di Singkawang, Kalimantan Barat. (Foto: infomassa/ist).

Tjung Subianto, melalui kuasa hukumnya, Agus Akbar, melakukan upaya hukum dengan menggugat Pemerintah Kota Singkawang (Tergugat) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak.

“Gugatan kami terdaftar dengan Register Perkara Nomor. 19/G/2020/PTUN.Ptk tanggal 27 Agustus 2020. Yang menjadi dasar dan tuntutan kami adanya Surat tanggal 23 September 2019 Nomor. 503/237/PPT.B perihal Penolakan Permohonan IPPT (Ijin Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah)- seluas 163 M2 (seratus enam puluh tiga meter persegi) (Objek Sengketa),” kata Agus Akbar kepada awak media, 20 November 2021.

Menurut Agus Akbar, penolakan IPPT terhadap Tjung Subianto dari Pemkot Singkawang merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Hal ini, kata dia, tentunya menimbulkan kegeraman atas diri Kliennya.

Agus meneruskan, Pemkot Singkawang tidak pernah memberikan sosialisasi kepada masyarakat/warga terkait lokasi tanah milik Tjung Subianto yang dinyatakan masuk dalam area zona hijau.

“Sedangkan Klien kami memiliki bidang tanah sebagai pemilik yang sah secara hukum. Secara sewenang-wenang menjadikan bidang tanah Klin untuk dimatikan hak keperdataannya,” ujar Agus.

“Yang lebih parahnya lagi, Surat Penolakan di atas tidak pernah dikirimkan secara langsung kepada Klien kami Bapak Tjung Subianto sebagai pemohon. Melainkan dikirimkan kepada Kepala Kelurahan Melayu,” tambahnya.

Agus Akbar menyebutkan, penolakan IPPT itu tidak pernah diterima langsung secara fisik oleh penggugat. Padahal di dalam surat yang dibuat tergugat (Pemkot Singkawang) itu tertera jelas nama Tjung Subianto.

“Kami hanya dikirmkan surat yang sudah discan dan difotokan melalui whatsapp oleh pihak Kelurahan Melayu, Kecamatan Singkawang. (dalam persidangan pembuktian surat kami hanya membuktikan fotocopy surat penolakan tanpa dapat memperlihatkan asli surat penolakan tersebut) ini pun kami memintanya dengan susah payah bahkan kami menegur keras kepada Kelurahan melayu,” ucapnya.

Sehingga, lanjut Agus, dari kurangnya komunikasi yang baik itu, pihaknya mencium adanya dugaan maksud dan niat buruk oknum-oknum Pemkot Singkawang. Lalu ia menggugat Pemerintah Kota Singkawang melalui PTUN Pontianak, tetapi sayangnya gugatan itu telah melampaui masa waktu 90 hari mengacu pada Pasal 55 Undang-undang R. I Nomor 5 tahun 1986 tentang PTUN.

“Terhadap hal ini kami sudah menyatakan keberatan bahkan membuktikan kepada Majelis Hakim PTUN Pontianak dasar dan alasan hukum mengapa pihak kami dikualifikasikan terkena eksepsi tenggat waktu (Pasal 55 a quo) karena adanya upaya yang dilakukan oleh oknum-oknum Pemerintahan Kota Singkawang secara sengaja menghilangkan hak keperdataan Klien atas tanah miliknya juga menghilangkan fungsi sosial atas bidang tanah,” tutur Agus.

Agus Akbar menduga kuat bahwa dalam konflik ini ada kelompok tertentu yang ingin menyerobot tanah milik kliennya dengan narasi penetapan zona hijau dan membuat mati hak kepemilikan Tjung Subianto. Cara itu, kata dia, tak lain dilakukan sebagai penunjang pemilik kepentingan bisnis dengan oknum Pemkot Singkawang.

Objek lokasi lahan sengketa Tjung Subianto dengan Pemkot Singkawang. (Foto: infomassa/ist).

“Faktanya, lokasi Tanah Klien terletak di jalan Merdeka yang merupakan Kawasan Pusat Pelayanan Kota dengan Kawasan Utama dan bukan masuk dalam zona hijau,” kata Agus.

Ditegaskan oleh Agus Akbar, surat penolakan IPPT yang dikeluarkan oleh Pemkot Singkawang terhadap Tjung Subianto juga bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 6 nomor 5 tahun 1960 yang menyebutkan semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial.

“Apakah sebuah surat biasa dapat mengalahkan sebuah UUPA yang merupakan karya agung dari putra-putri terbaik bangsa Indonesia ?” Pungkas Agus.

Penolakan gugatan Agus Akbar di persidangan PTUN Pontianak dengan alasan kadaluarsanya masa waktu, membuat pihaknya meneruskan (banding) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Namun lagi-lagi, upayanya ditolak dengan Putusan Perkara Nomor 66/B/2021/PT.TUN.JKT tanggal 20 April 2021 yang hasilnya menguatkan Putusan PTUN Pontianak Nomor 19/G/2020/PTUN.Ptk.

“Terlihat jelas, Majelis Hakim tidak melakukan pemeriksaan secara sungguh-sungguh dan hanya melihat keberatan dari pihak Pemerintah Kota Singkawang. Putusan-putusan yang demikian, sangat jelas telah mencederai rasa keadilan hukum dan keadilan sosial dan adanya keberpihakan kepada penguasa,” tegas Agus Akbar.

Upaya hukum Agus Akbar membela Tjung Subianto tidak berhenti di sana. Kini konflik lahan tersebut sudah sampai di Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Kini, kasasi dengan register perkara Nomor 382 K/TUN/2021 tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Agung.

“Kami juga tidak tahu, apakah kasasi kami ini akan bernasib sama yakni kami menjadi korban ketidakadilan dan korban hukum dari kelompok penguasa yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis untuk menjalan kepentingan bisnis kelompok tertentu ? Atau hak milik Tjung Subianto yang diperoleh secara halal dan sah di mata hukum harus kah hilang begitu saja ?” Agus Akbar mengakhiri.

11 thoughts on “Sengketa Lahan Warga Vs Pemkot Singkawang Terus Berproses di Jalur Hukum

Tinggalkan Balasan