Gubernur Sultra Salahgunakan Kewenangan Ketika Pecat Bupati Buton

Daerah

Info Massa Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Gubernur Sultra karena menerbitkan Surat Keputusan Nomor 474 Tahun 2023 tentang Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sulawesi Tenggara.

SK tersebut ditetapkan dan ditandatangani Ali Mazi di Kendari pada Senin, 7 Agustus 2023. Dalam salinan SK, penulisan tanggal, bulan, dan tahun ditulis dengan tulisan tangan. Secara spesifik, SK itu memuat dua poin pada diktum memutuskan.

Pertama, memberhentikan “saudara Drs. Basiran, M.Si” dengan pangkat Pembina Utama Madya dan golongan ruang IV/d dari jabatan Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan selanjutnya ditempatkan sebagai staf pada Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Sultra. Kedua, keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

“Penerbitan atau penetapan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 474 Tahun 2023 tersebut oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dilakukan tanpa melalui prosedur dan mekanisme sesuai Ketentuan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN),” ujar Basiran usai bertemu dengan jajaran Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Itjen Kemendagri), di Gedung Itjen Kemendagri, Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis siang, 10 Agustus 2023.

Saat ini, Basiran masih menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Buton, Sultra terhitung efektif sejak 24 Agustus 2023 saat Basiran dilantik oleh Gubernur Sultra Ali Mazi di Aula Bahteramas Kantor Gubernur Sultra. Pelantikan ini berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 131.74—5121 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati Buton Sulawesi Tenggara dalam Posisi Jabatan Struktural Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, yang ditetapkan dan ditandatangani Mendagri Jenderal Polisi (Purnawirawa) Muhammad Tito Karnavian pada 12 Agustus 2022.

Basiran menjelaskan, setelah ia menerima SK Gubernur Sultra Nomor 474 Tahun 2023 yang ditandatangani Gubernur Sultra Ali Mazi, maka Basiran langsung membuat dan menyampaikan laporan pengaduan ditujukan kepada para pimpinan Kementerian/Lembaga terkait dan DPR dengan surat tertanggal 8 Agustus 2023 beserta lampirannya.

“Saya sudah melaporkan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi atas Tindakan Penyalahgunaan Kekuasaan Gubernur Sulawesi Tenggara dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri); Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB); Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN); Kepala Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN); dan Ketua Komisi II DPR,” tegas Basiran.

Menurut Basiran, alasan atau dasar pertimbangan Ali Mazi memberhentikan Basiran sebagai Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sultra Eselon IIa sangat subjektif. Dalam SK Gubernur Sultra Nomor 474 Tahun 2023, Ali Mazi menyebutkan bahwa pemberhentian Basiran karena Basiran dianggap tidak memiliki loyalitas dan tidak disiplin, tidak mempunyai dedikasi dan kepatuhan dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatan, dan dinilai telah melampaui kewenangan dan melanggar ketentuan yang ada, khususnya dalam membangun komunikasi dan koordinasi terhadap instruksi dan kebijakan pimpinan daerah Pejabat Pembina Kepegawaian maupun menjalin koordinasi dan hubungan kerja sama dengan unsur-unsur penyelenggara pemerintahan lainnya di daerah.

Masih berdasarkan SK Gubernur Sultra Nomor 474 Tahun 2023, Ali Mazi juga hanya mendasari pemberhentian Basiran dengan memperhatikan Surat DPRD Kabupaten Buton Nomor 200.1.3.3.34 tertanggal 10 Mei 2023 perihal Usulan Pemberhetian Pj Bupati Buton (Basiran). Di dalam SK itu tidak ada satupun surat atau rekomendasi usulan baik dari Kemendagri maupun KASN dan BKN.

“Anggapan dan penilaian yang dipergunakan Ali Mazi selaku Gubernur Sultra sebagai alasan atau pertimbangan memberhentikan saya, itu subjektif selama saya menjabat sebagai Pj Bupati Buton. Memang mutasi, rotasi, pengangkatan maupun pemindahan itu adalah hak preogratif Pejabat Pembina Kepegawaian tetapi ada syarat dan ketentuan serta prosedur yang harus dilewati. Jadi, tidak serta-merta saya bisa diberhentikan oleh Gubernur Sultra Ali Mazi,” ungkapnya.

“Selain itu, Gubernur Sultra Ali Mazi memberhentikan saya juga tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan Kemendagri maupun KASN, BKN, dan Kemenpan-RB, padahal selama saya masih menjadi Pj Bupati Buton melekat status ASN Eselon IIa Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama. Harusnya, ada surat atau rekomendasi dari Kemendagri maupun KASN, BKN, dan Kemenpan-RB, tetapi tidak ada sebagai dasar SK pemberhentian saya itu,” sambung Basiran.

Ia memaparkan, dalam konteks pelaksanaan amanahnya sebagai Pj Bupati Buton selama satu tahun tentu paling berhak memberikan penilaian adalah Mendagri dan bukan Gubernur Sultra. Basiran menuturkan, pencopotan seorang ASN dari jabatannya termasuk untuk Basiran dari JPT Pratama Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sultra haruslah karena ada dan terbukti perbuatan pelanggaran disiplin berat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sebelum seseorang disebut melakukan pelanggaran disiplin berat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, itu harus dilakukan pemeriksaan. Misalnya kalau saya dituduh atau dianggap melakukan pelanggaran disiplin berat, maka saya harusnya lebih dulu dipanggil untuk memastikan benar atau tidaknya dugaan perbuatan saya itu. Tidak serta-merta saya diberhentikan. Nah, sampai hari saya tidak pernah dipanggil dan diperiksa tetapi malah saya menerima SK Gubernur tentang pemberhentian dari jabatan saya itu sebagai JPT Pratama Staf Ahli Gubernur yang ditandatangani Gubernur Sultra 7 Agustus 2023,” bebernya.

Ia menekankan, berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota jelas sekali memastikan bahwa ASN yang diangkat menjadi Pj Bupati atau Pj Wali Kota tetap menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama. Pada Pasal 14 ayat (2) Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 menegaskan bahwa seorang Pj Bupati atau Pj Wali Kota bisa diberhentikan dengan pengecualian terpenuhi tujuh syarat.

Syarat pertama, menindaklanjuti hasil evaluasi Mendagri berdasarkan kinerja Pj Bupati dan Pj Wali Kota. Kedua, Pj Bupati dan Pj Wali Kota ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana. Ketiga, memasuki batas usia pensiun. Keempat, menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang. Kelima, mengundurkan diri. Keenam, tidak diketahui keberadaannya yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepolisian atau pejabat yang berwenang. Ketujuh, meninggal dunia.

Basiran bilang, dari uraian isi Pasal 14 ayat (2) Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 di atas tampak jelas bahwa tidak ada satupun poin yang menyatakan seorang Pj Bupati bisa diberhentikan dalam jabatan JPT Pratama yang melekat padanya. Oleh karenanya, Basiran memastikan ia tidak bisa diberhentikan oleh Gubernur Sultra Ali Mazi.

“Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi yang memberhentikan saya dari jabatan JPT Pratama dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara — yang saat ini saya sedang melaksanakan tugas negara sebagai Pj Bupati Buton untuk kepentingan masyarakat Kabupaten Buton berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan — adalah perbuatan sewenang-wenang tanpa melalui prosedur dan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan serta perbuatan ini merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan Ali Mazi sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara atau Penjabat Pembina Kepegawaian,” demikian Basiran berujar.

Ia melanjutkan, perbuatan Ali Mazi selaku Gubernur Sultra juga telah merusak tatanan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Akibat dari tindakan Ali Mazi itu pula telah menimbulkan kegaduhan dan keresahan di kalangan masyarakat Kabupaten Buton, bahkan berpotensi mengganggu stabilitas politik dan keamanan di Kabupaten Buton menjelang Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak tahun 2024.

“Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi tersebut akan menjadi citra buruk dan menciderai kebijakan pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah pada masa transisi menuju Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024, serta akan sarat kepentingan politik apabila Pj Bupati dan Pj Wali Kota yang berasal dari JPT Pratama lingkup Pemerintah Provinsi se-Indonesia akan melakukan tindakan yang sama jika tidak melaksanakan dan tidak sejalan dengan kepentingan pribadi Gubernur selaku Pejabat Pembina Kepegawaian,” beber Basiran.

Lantas bagaimana sampai jabatan Basiran bisa beralih dari Kepala BPKAD menjadi Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sultra? Basiran menceritakan, saat ia masih menjalankan amanah sebagai Pj Bupati Buton kemudian anehnya Gubernur Sultra Ali Mazi menerbitkan SK Gubernur Nomor 129 Tahun 2023. Berdasarkan SK ini pula, Ali Mazi lantas melantik Basiran menjadi Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 2 Februari 2023.

“Penetapan atau penerbitan SK Nomor 129 Tahun 2023 dan pelantikan saya untuk jabatan Staf Ahli itu juga tanpa melalui prosedur dan mekanisme sesuai Ketentuan Manajemen ASN. Saat nama saya ditetapkan sebagai Pj Bupati Buton oleh Mendagri dan kemudian saya dilantik sebagai Pj Bupati Buton oleh Gubernur Sultra Ali Mazi, jabatan saya adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sultra Eselon IIa, berdasarkan SK Gubernur Sultra Nomor 140 Tahun 2021 tertanggal 9 Juli 2021,” tandasnya. []

Tinggalkan Balasan