Info Massa – Puluhan spanduk bertuliskan tebal “Mosi Tidak Percaya Terhadap Penyelenggara Pemilu” tiba-tiba bermunculan di sejumlah titik strategis Kota Tangerang. Senin (3/11) pagi.
Diketahui spanduk tersebut terpasang di depan kantor KPU dan Bawaslu hingga jembatan penyeberangan di Sudirman sebagai sinyal menolak diam atas dugaan krisis moral di tubuh penyelenggara Pemilu.
Spanduk sederhana berwarna putih dengan coretan pilox merah itu menjadi simbol. Di bawah tulisan besar itu tertera tagar #FAM, singkatan dari Forum Aksi Mahasiswa, kelompok yang menuding adanya pelanggaran etik oleh salah satu komisioner KPU Kota Tangerang.
“Ya, itu kami yang pasang. Ini buntut dari rusaknya moral penyelenggara Pemilu di Kota Tangerang,” ujar Akbar Ridho, Sekretaris Jenderal FAM Tangerang, kepada wartawan.
“Seharusnya komisioner KPU tahu etika jabatan. Kalau masih aktif di organisasi kepemudaan, itu pelanggaran moral sekaligus pelanggaran etik publik.” tegasnya.
FAM menyoroti nama Yudhistira Prasasta, salah satu komisioner KPU Kota Tangerang, yang diduga masih aktif di sebuah organisasi kepemudaan. Dugaan itu mencuat setelah sejumlah dokumen dan kegiatan publik menunjukkan keterlibatan Yudhistira di kegiatan organisasi tersebut.
Padahal, dalam Pasal 21 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebutkan bahwa anggota KPU dilarang menjadi anggota partai politik atau organisasi yang memiliki afiliasi politik.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif,” lanjut Akbar. “Kita sedang menghadapi krisis integritas penyelenggara Pemilu. Kalau lembaga yang seharusnya netral justru berpolitik di balik layar, itu penghinaan terhadap demokrasi.”
Akbar menyorot sejauh ini, baik KPU maupun Bawaslu Kota Tangerang belum memberikan klarifikasi resmi. Tak ada konferensi pers, tak ada pernyataan terbuka.
“Diamnya lembaga justru mempertebal dugaan publik bahwa ada yang tidak beres di dalamnya,” kata Akbar.
Lebih jauh, Akbar menjelaskan jika Spanduk “Mosi Tidak Percaya” itu kini menjadi semacam panggung terbuka bagi kemarahan publik. Aksi tersebut mengingatkan bahwa legitimasi Pemilu tidak hanya ditentukan oleh proses, tetapi juga oleh moralitas penyelenggaranya.
Krisis kepercayaan terhadap lembaga penyelenggara Pemilu atas pelanggaran etik, lanjut Akbar, bisa menjadi ancaman serius bagi demokrasi lokal.
Bagi FAM, aksi spanduk ini bukan sekadar protes, tapi seruan moral agar lembaga negara kembali kepada integritasnya.
“Ini bukan cuma soal satu orang, Ini soal arah moral demokrasi kita. Kalau penyelenggaranya saja tidak bisa menjaga netralitas, bagaimana rakyat mau percaya pada hasil Pemilu,” tegas Akbar Ridho menutup pembicaraan.[]
Komentar