LMND: RUU PRT Penting Dikawal Hingga Paripurna

Opini

Oleh: Muhaini Saputri/Staf Wakil Ketua umum bidang perempuan LMND

Info Massa – RUU perlindungan PRT merupakan bentuk kehadiran negara dalam perlindungan situasi kerja warga negara yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Indonesia.

Dinamika RUU PPRT ini kembali meningkat, dengan semakin gencarnya masyarakat sipil menuntut percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT, dan kembali masuknya ke dalam proglegnas prioritas 2022.

Saat ini masih terdapat kekosongan regulasi terkait perlindungan bagi PRT. RUU PPRT yang bersifat lintas sektor perlu dikawal hingga paripurna. Ini menjadi kewajiban kita bersama karena pekerja rumah tangga adalah kelompok yang mengalami kerentanan multi dimensi.

Dari data international Labour Organization (ILO) pada tahun 2015 menunjukkan jumlah PRT di Indonesia sekitar 4,2 juta, yang 75 persen diantaranya adalah perempuan dan 25 persen adalah anak-anak. Jumlahnya saat ini semakin meningkat.

PRT yang wilayah kerjanya domestik serta mendominasi diampu oleh perempuan dan bekerja di lingkungan kerja yang berakses terbatas. Jam kerja panjang mayoritas lebih dari 16 jam perhari, tidak ada istirahat yang jelas, harus siap dipanggil kapan pun, bahkan PRT dilarang lelah, sakit, istirahat, dan berkata tidak. Sehingga rentan terhadap diskriminasi, pelecehan profesi, eksploitasi, kekerasan baik secara ekonomi, fisik, maupun psikologi dalam bentuk intimidasi yang merugikan PRT.

Setiap hari 10 sd 11 orang PRT menjadi korban kekerasan. Sejak 2017 hingga 2022 tercatat 2.637 kasus kekerasan terhadapt PRT.

Sementara, dalam survei JALA PRT mengenai pemenuhan jaminan sosial pada agustus 2021. Ada 868 PRT, 82 persen diantarnya tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan hak libur/cuti.

Padahal tenaga PRT sangat dibutuhkan namun jaminan kesehatannya kerap terabaikan, kesejahteraannya belum menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, serta tidak mendapatkan perhatian dan dukungan dari negara, sementara hak warga negara sama di mata hukum.

PRT dengan upah dari 20 sampai 30 persen dari upah minimum provinsi, mereka tidak bisa membayar jaminan kesehatan nasional secara mandiri. Sedangkan, terkait jaminan sosial ketenagakerjaan, hampir 100 persen PRT tidak dapat ikut serta dalam jaminan sosial ketenagakerjaan untuk bisa mendapatkan jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan pensiun.

Kendati pekerjaan mereka memenuhi sejumlah unsur pekerja, yakni mendapat upah, ada perintah, ada pekerjaan, dan pemberi kuasa, tetapi secara formal statusnya sebagai pekerja belum mendapat pengakuan dari negara.

Akibatnya PRT tidak menikmati hak-hak normatif dan perlindungan sebagaimana yang diterima pekerja pada umumnya. Pekerjaannya memberikan kontribusi besar bagi kehidupan dan keberlangsungan kehidupan rumah tangga, tetapi perannya sebagai perawatan hanya dipandang sebelah mata.

Mirisnya kasus-kasus yang menimpa para PRT kerap tak diketahui oleh publik karna keterbatasan akses untuk mengadukannya, karena itu sangat dibutuhkan payung hukum yang mengakui bahwa pekerja rumah tangga adalah jenis pekerjaan yang sama dengan pekerjaan lainnya.

Tidak ada alasan menunda pengesahan RUU Perlindungan PRT karena didalam draft disebutkan tujuannya adalah memberikan kepastian hukum kepada PRT dan pemberi kerja, mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT, serta mengatur hubungan kerja harmonis dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian serta meningkatkan kesejahteraan PRT karena diikutsertakan dalam jaminan sosial. Negara harus hadir untuk pemenuhan hak dan perlindungan warga negara sebagaimana kewajiban negara yang diatur dalam konstitusi negara ini.

RUU PPRT yang sudah keluar masuk pembahasan di ranah legislatif sejak 18 tahun lalu harus segera dituntaskan pembahasannya untuk ditetapkan sebagi UU agar kami semua bisa bernafas dengan lega. Menunda pengesahan RUU PPRT berarti mengabaikan hak asasi manusia yang sudah menjadi tanggung jawab negara.

Perlu kesadaran bersama dalam mewujudkan hajat kita bersama ini, karena perlindungan PRT tidak akan terwujud tanpa sinergi dari semua pihak. Perlindungan PRT tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah, ini juga menjadi kewajiban kita bersama termasuk lingkungan di mana PRT tersebut bekerja.[]

Tinggalkan Balasan