Partai Buruh Persiapkan Aksi Besar Tolak Pengesahan Revisi UU PPP

Nasional

Jakarta – Partai Buruh menyerukan akan menggelar aksi massa besar-besaran serentak pada 8 Juni 2022 menolak Pengesahan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Dikabarkan, sedikitnya ada sepuluh elemen buruh yang bakal melakukan penolakan terhadap kebijakan yang baru saja disahkan oleh DPR tersebut. Diantaranya KSPI, ORI, KPBI, KSBSI, SPI, FSPMI, FSPKEP, SPN, ASPEK Indonesia, FSP ISI, dan lain-lain.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut revisi UU PPP merupakan akal-akalan hukum. Menurutnya, kebijakan itu diciptakan bukan berdasarkan kebutuhan hukum melainkan untuk melenggangkan sesuatu hal yang sudah tersistematis.

“DPR bersama pemerintah melakukan revisi UU PPP hanya sebagai akal-akalan hukum agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa dilanjutkan pembahasannya agar bisa segera disahkan,” tegasnya, Selasa 24 Mei 2022.

Said Iqbal membeberkan, setidaknya terdapat dua alasan mengapa Partai Buruh dan Serikat Buruh menolak revisi UU PPP. Pertama, kata dia, dari sisi pembahasan di Baleg DPR RI, revisi UU PPP tersebut bersifat kejar tayang.

“Menurut informasi yang kami terima, revisi UU PPP hanya dibahas selama 10 hari Baleg DPR RI,” kata Said Iqbal.

Padahal, kata Said, UU PPP merupakan ruh untuk membuat sebuah produk undang-undang (syarat formil) di Indonesia sesuai perintah UUD 1945.

“Kalaulah revisinya dikebut bersifat kejar tayang, bisa disimpulkan jika isi revisi sangat bermuatan kepentingan sesaat. Tidak melibatkan publik yang meluas dan syarat kepentingan dari kelompok tertentu,” ujarnya.

Alasan kedua adalah, dari sisi revisi UU PPP tersebut, Partai buruh dan elemen serikat pekerja memiliki tiga hal prinsip yang berbahaya bagi publik. Khususnya bagi buruh, tani, nelayan, masyarakat miskin kota, lingkungan hidup, dan HAM. Ketiga hal tersebut yakni revisi UU PPP hanya untuk sekedar memasukkan omnibus law sebagai sebuah sistem pembentukan undang-undang.

“Padahal omnibus law UU Cipta Kerja ini ditolak oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk buruh,” ujarnya.

Kedua, lanjut Said, dalam proses pembentukan undang-undang tidak melibatkan partisipasi publik secara luas karena cukup dengan dibahas di kalangan kampus tanpa melibatkan partisipasi publik, maka sebagai undang-undang sudah dapat disahkan.

“Ketiga, yang lebih berbahaya adalah, dalam revisi UU PPP ini diduga memungkinkan dua kali tujuh hari sebuah produk undang-undang yang sudah diketuk di sidang paripurna DPR dapat berubah,” ungkap Said.

Diketahui, sedikitnya ada 3 tuntutan yang akan disampaikan buruh pada aksi bulan depan. Pertama, menggelar aksi serentak di setiap kota/kabupaten pada 8 Mei 2022 di titik kawasan industri dan Kantor Gubernur.

Kedua, mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Mei 2022 tentang revisi UU PPP tersebut.

Lalu yang ketiga, mengajak seluruh komponen buruh dan klas pekerja lainnya untuk melakukan aksi besar-besaran 3 hari berturut-turut untuk menolak dibahasnya kembali omnibus law UU Cipta kerja.

Tinggalkan Balasan